Selasa, 28 Mei 2013

TEKNOLOGI INFORMASI DALAM BK

BAB I
Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
     Bimbingan dan Konseling merupakan bagian integral dalam sistem pendidikan. Implikasinya adalah bahwa, proses dalam pendidikan tidak akan berhasil secara optimal tanpa adanya campur tangan bimbingan dan konseling atau sebaliknya. Berkenaan dengan tugas pelaksana bimbingan dan konseling yaitu konsleor, kemampuan atau kualitas pribadi konselor yang sifatnya profesional menjadi standar utama dalam keberhasilan melakukan layanan bimbingan dan konseling. Supaya proses layanan tersebut dapat berjalan dengan baik dan diakui oleh klien sebagai hal yang nyaman, maka konselor seyogyanya memikirkan dan menciptakan cara-cara, strategi maupun metode baru dalam pelayanan konseling sehingga sifatnya inovatif. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas pribadi konselor dalam aspek penguasaan teknologi, pengembangan pemikiran yang inovatif, serta menghilangkan image negatif di lapangan, yang mengatakan konselor sebagai polisi sekolah maupun kinerja konselor sama dengan guru mata pelajaran.
Sementara itu, kehadiran teknologi informasi dalam konteks bimbingan konseling dapat dijadikan sebagai media baru (new media) untuk membantu individu mengarahkan diri dan menyelesaikan masalah dalam hidup. Layanan bimbingan dan konseling merupakan kegiatan profesional yang memiliki dasar-dasar keilmuan, baik yang menyangkut teori maupun prakteknya. Pengetahuan tentang bimbingan dan konseling disusun secara logis dan sistematis dengan menggunakan berbagai metode, seperti: pengamatan, wawancara, analisis dokumen, prosedur tes, inventory atau analisis laboratoris yang dituangkan dalam bentuk laporan penelitian, buku teks dan tulisan-tulisan ilmiah lainnya.
Sejak awal dicetuskannya gerakan bimbingan, layanan bimbingan dan konseling telah menekankan pentingnya logika, pemikiran, pertimbangan dan pengolahan lingkungan secara ilmiah (McDaniel dalam Prayitno, 2003). Bimbingan dan konseling merupakan ilmu yang bersifat “multireferensial”. Beberapa disiplin ilmu lain telah memberikan sumbangan bagi perkembangan teori dan praktek bimbingan dan konseling, seperti psikologi, ilmu pendidikan, statistik, evaluasi, biologi, filsafat, sosiologi, antroplogi, ilmu ekonomi, manajemen, ilmu hukum dan agama.
Beberapa konsep dari disiplin ilmu tersebut telah diadopsi untuk kepentingan pengembangan bimbingan dan konseling, baik dalam pengembangan teori maupun prakteknya. Pengembangan teori dan pendekatan bimbingan dan konseling selain dihasilkan melalui pemikiran kritis para ahli, juga dihasilkan melalui berbagai bentuk penelitian. Sejalan dengan perkembangan teknologi, khususnya teknologi informasi berbasis komputer, sejak tahun 1980-an peranan komputer telah banyak dikembangkan dalam bimbingan dan konseling. Menurut Gausel (Prayitno, 2003) bidang yang telah banyak memanfaatkan jasa komputer ialah bimbingan karier dan bimbingan dan konseling pendidikan.
Moh. Surya (2006) mengemukakan bahwa sejalan dengan perkembangan teknologi komputer interaksi antara konselor dengan individu yang dilayaninya (klien) tidak hanya dilakukan melalui hubungan tatap muka tetapi dapat juga dilakukan melalui hubungan secara virtual (maya) melalui internet, dalam bentuk “cyber counseling”. Dikemukakan pula, bahwa perkembangan dalam bidang teknologi komunikasi menuntut kesiapan dan adaptasi konselor dalam penguasaan teknologi dalam melaksanakan bimbingan dan konseling.
Dengan adanya landasan ilmiah dan teknologi ini, maka peran konselor didalamnya mencakup pula sebagai ilmuwan sebagaimana dikemukakan oleh McDaniel bahwa konselor adalah seorang ilmuwan. Sebagai ilmuwan, konselor harus mampu mengembangkan pengetahuan dan teori tentang bimbingan dan konseling, baik berdasarkan hasil pemikiran kritisnya maupun melalui berbagai bentuk kegiatan penelitian. Berkenaan dengan layanan bimbingan dan konseling dalam konteks Indonesia, Prayitno (2003) memperluas landasan bimbingan dan konseling dengan menambahkan landasan paedagogis, landasan religius dan landasan yuridis-formal. Landasan paedagogis dalam layanan bimbingan dan konseling ditinjau dari tiga segi, yaitu: (a) pendidikan sebagai upaya pengembangan individu dan bimbingan merupakan salah satu bentuk kegiatan pendidikan; (b) pendidikan sebagai inti proses bimbingan dan konseling; dan (c) pendidikan lebih lanjut sebagai inti tujuan layanan bimbingan dan konseling.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah langkah-langkah pembuatan materi dan media layanan berbentuk flash?
2.      Bagaimanakah langkah-langkah pembuatan video singkat melalui program ispring?
3.      Bagaimanakah langkah-langkah pembuatan video singkat melalui program windows movie maker?
1.3  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui langkah-langkah pembuatan materi dan media layanan berbentuk flash.
2.      Untuk mengetahui langkah-langkah pembuatan video singkat melalui program ispring.
3.      Untuk mengetahui langkah-langkah pembuatan video singkat melalui program ispring windows movie maker.
1.4  Manfaat Penulisan
1.      Agar kita lebih memahami secara mendalam terkait dengan materi yang dibahas.
2.      Memberi masukan bagi mahasiswa dan dosen pengampu mata kuliah terkait.
3.      Sebagai acuan dalam penyusunan makalah selanjutnya.








BAB II
Pembahasan
2.1 Langkah-Langkah Pembuatan Materi dan Media Layanan Berbentuk Flash
1. Apabila software sudah terinstal, maka pada menu bar Ms PowerPoint anda akan terlihat seperti berikut :
http://amiroh.web.id/wp-content/uploads/2011/05/ispring-presenter3.jpg
2. Bukalah file presentasi yang sudah Anda miliki dan pilihlah icon Publish. Maka akan muncul kotak dialog berikut :
http://amiroh.web.id/wp-content/uploads/2011/05/ispring-presenter4.jpg
Pada pilihan :
Presentation file : Isilah dengan nama file setelah di publish
Destination : Pilihlah Browse untuk menentukan lokasi penyimpanan file
Slide range : Pilih All slide
Beri ceklist pada pilihan di bawahnya, jika anda menginginkan pengaturan yang ada pada pilihan.
3. Selanjutnya Klik Publish, untuk memulai konversi dari pptx ke swf.
4. Lihatlah hasilnya di folder yang sudah anda pilih pada Destination. Dan jalankan melalui media player classic atau GOM Player.
2.2  Langkah-Langkah Pembuatan Video Singkat Melalui Program Ispring
1. Apabila software sudah terinstal, maka pada menu bar Ms PowerPoint anda akan terlihat seperti berikut :
http://amiroh.web.id/wp-content/uploads/2011/05/ispring-presenter3.jpg
2. Kemudian klik icon Youtube maka akan muncul seperti tampilan di bawah ini,
2. Lalu klik continue dan muncul seperti tampilan di bawah ini :
3. Setelah muncul tampilan seperti di atas kemudian klik link “Click to view the instruntions”.
4 Selanjutnya, muncul lagi sebuah link seperti ini:
Klik link tersebut dan pastikan bahwa saluran internet terhubung, lalu muncul tampilan sbb:
5. maka pilih video yang ingin diputar dan copy link videonya. Selanjutnya paste in to text box.
6. Klik for preview your video dan klik ok to insert your video into the current slide.
2.3 Langkah-Langkah Pembuatan Video Singkat Melalui Program  Windows Movie Maker
- Cara Membuat Video melalui windows movie maker
1.  Kita mulai dengan membuka aplikasi Windows Movie maker, klik start kemudian All Programs, kemudian klik Windows Movie maker
cara membuat video dengan movie maker windows xp
2.  Yang pertama kita lakukan adalah mengambil bahan yang pertama, yaitu mengambil beberapa gambar yang akan dijadikan video. Caranya klik Import Pictures.
cara membuat video dengan movie maker windows xp
3.  Setelah jendela Import File tampil seperti di bawah ini, pilih  beberapa gambar sekaligus. Cara memilih gambar sekaligus dengan bantuan tombol Crtl pada keyboard kamu, (klik pada gambar ke 1, kemudian tekan tombol crtl lalu gambar kedua, ketiga dan seterusnya). kemudian jika sudah dipilih gambarnya lanjutkan dengan klik tombol import.

cara membuat video dengan movie maker windows xp

4.  Setelah gambar tampil, tambahkan gambar tersebut ke Timeline. Caranya pilih dulu gambarnya lalu klik kanan mouse kamu, kemudian pilih Add to Timeline. Pada contoh di bawah ini saya pilih sekaligus 4 gambar.
cara membuat video dengan movie maker windows xp
5.  Menu Timeline ada di jendela paling bawah, coba klik salah satu gambar yang ada di timeline. Jika kamu klik nanti gambarnya akan tampil di preview video yang ada di pojok kanan jendela. Jika kamu klik tombol play, nanti setiap 5 detik gambarnya akan berubah ke gambar selanjutnya, mengapa hanya 5 detik? karena defaulnya diset 5 detik. Ini bisa diatur sesuai dengan seleramu dengan drag tepi gambarnya ke arah kanan (drag = klik tahan tarik)
cara membuat video dengan movie maker windows xp
6.  Setelah gambar ditambahkan sekarang saatnya menambahkan file musik, misalnya seperti MP3. langkah awalnya kita import terlebih dahulu. Klik pada tombol Import audio or music.
cara membuat video dengan movie maker windows xp
7.  Pada contoh ini kita import satu file musik  saja
cara membuat video dengan movie maker windows xp
8. Kemudian lanjutkan dengan Add to timeline.
cara membuat video dengan movie maker windows xp
9.  Pada timeline akan tampak bahwa file audio berdurasi lebih panjang dari pada durasi kumpulan gambarnya. Jadi untuk mendapatkan hasil yang baik kita panjangkan juga durasi gambar nya agar sama dengan durasi file audio. Caranya drag ke arah kanan setiap gambar agar durasinya bertambah. Untuk men drag, klik tepi gambar bagian kanan, kemudian klik geser dan tarik kearah kanan. Lakukan sedemikian rupa sehingga durasinya sama dengan file audio.
cara membuat video dengan movie maker windows xp
10. Gambar di bawah ini merupakan contoh hasil pemanjangan durasi yang saya lakukan. setiap gambar saya jadikan durasinya kurang lebih 30 detik.
cara membuat video dengan movie maker windows xp
11.  untuk melihat hasilnya silahkan klik pada tombol Play.
cara membuat video dengan movie maker
12.  Setelah dirasa cukup baik hasilnya, silahkan menyimpan video buatanmu tadi. caranya klik pada tombol File, kemudian pilih Save Movie File.
cara membuat video dengan movie maker windows xp
13.  Pilih pada My computer, kemudian klik next
cara membuat video dengan movie maker windows xp
14.  Beri nama file nya, kemudian klik next
cara membuat video dengan movie maker windows xp
 15. Pada movie setting untuk mendapatkan hasil yang terbaik pilih best quality. Pada contoh ini saya pilih best fit to file, jika ukuran kurang dari 5 mb, suara audionya akan terdengar kurang baik. Kamu juga bisa memilih pada other setting, pada other setting terdapat banyak pilihan setting penyimpanan video.
Jika sudah dipilih lanjutka klik tombol Next.
cara membuat video dengan movie maker windows xp
16.  Tunggu proses penyimpannannya beberapa saat.
cara membuat video dengan movie maker windows xp
17.   Klik finish jika sudah selesai, Jika ingin memainkan videonya secara langsung beri tanda centang pada Optional (play movei when i click finis)
cara membuat video dengan movie maker windows xp
18.  Kamu juga bisa membuka file videonya pada folder dimana tadi videonya disimpan (tadi disimpan pada My video, di my document).  Klik kanan pada file videonya kemudian pilih Open With, pilih windows media player
cara membuat video dengan movie maker windows xp
19.  Sesaat kemudian windows media player akan memutar video buatanmu…
cara membuat video dengan movie maker windows xp


BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
            Langkah-langkah pembuatan materi dan media layanan BK terdiri dari beberapa tahap sesuai dengan program yang digunakan. Misalnya pembuatan media dan layanan BK berbentuk flash, pembuatan video singkat dengan program ispring serta pembuatan video singkat dengan windows movie maker.
3.2 Saran

            Kami menyarankan kepada tenaga pendidik khususnya konselor hendaknya lebih menguasai teknologi informasi misalnya pembuatan materi dan layanan BK berbentuk flash, pembuatan video singkat dengan program ispring serta pembuatan video singkat dengan windows movie maker guna pemberian layanan dan materi BK lebih efektif dan efisien sehingga tujuan yang hendak dicapai secara bersama-sama bisa terwujud.

POLA PENGASUHAN ANAK DALAM KELUARGA

BAB I
Pendahuluan
1.1  Latar Belakang
Pada era globalisasi ini terdapat berbagai dampak pada masyarakat, baik yang positif maupun yang negatif. Dampak positif globalisasi adalah perkembangan teknologi yang semakin canggih sehingga mempermudah seseorang untuk memperoleh berbagai informasi yang tidak terbatas. Informasi dapat berupa hiburan, pengetahuan dan teknologi, yang diperoleh dan berbagai cara seperti : TV, Video, Film-Film, Internet dan sebagainya. Kemudahan informasi memang memuaskan keinginan tahu kita serta dapat mengubah nilai dan pola hidup seseorang, termasuk sikap orang tua terhadap anaknya dan pola asuh yang diterapkan dalam mendidik anak.
Sedangkan dampak negatif yang ditakuti adalah gaya hidup “Barat”, yang sangat menonjolkan sifat individualistik dan bebas. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyak timbulnya masalah psikososial pada remaja seperti penyalah gunaan narkotika dan obat terlarang, perilaku seks bebas dan menyimpang, kriminalitas anak, perkelahian masal (tawuran), sehingga banyak mengakibatkan kegagalan pendidikan, atau kegagalan dibidang lain. Dampak negatif era globalisasi ini lebih cepat diadopsi oleh anak- anak sehingga mereka sangat rentan terhadap pengaruh negatif globalisasi tersebut.
Bagaimana semua informasi dan pengaruh asing itu agar tidak berdampak buruk? Sebagai orang tua tentu berharap mereka dapat menyaring informasi apa yang berguna yang patut dicontoh dan apa yang dapat merugikan yang harus dijauhinya. Kepandaian anak dan remaja dalam menyiasati hal tersebut tentu tidak lepas dan peran orang tua dalam memberikan pola asuh dan pendidikan yang tepat bagi anak- anaknya.
Anak merupakan masa depan keluarga bahkan bangsa oleh sebab itu perlu dipersiapkan agar kelak menjadi manusia yang berkualitas, sehat, bermoral dan berguna bagi dirinya, keluarga dan bangsanya. Seharusnya perlu dipersiapkan sejak dini agar mereka mendapatkan pola asuh yang benar saat mengalami proses pertumbuhan dan perkembangan. Pola asuh yang baik menjadikan anak berkepribadian kuat, tak mudah putus asa, dan tangguh menghadapi tekanan hidup. Maka dari itu kami akan menyusun makalah yang berjudul “Pola Pengasuhan Anak Dalam Keluarga”.
1.2  Rumusan Masalah
1.      Apakah pengertian dari pola pengasuhan anak dalam keluarga?
2.      Apakah dimensi utama pengasuhan anak?
3.      Apa sajakah gaya dari pola pengasuhan anak dalam keluarga?
4.      Apa sajakah macam-macam dari pola pengasuhan anak dalam keluarga secara umum?
5.      Bagaimanakah fungsi keluarga dalam menerapkan pola pengasuhan terhadap anak dalam keluarga?
6.      Bagaimanakah cara mengasuh anak dalam keluarga?
1.3  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari pola pengasuhan anak dalam keluarga.
2.      Untuk mengetahui dimensi utama pengasuhan anak.
3.      Untuk mengetahui gaya dari pola pengasuhan anak dalam keluarga.
4.      Untuk mengetahui macam-macam dari pola pengasuhan anak dalam keluarga secara umum.
5.      Untuk mengetahui fungsi keluarga dalam menerapkan pola pengasuhan terhadap anak dalam keluarga.
6.      Untuk mengetahui cara mengasuh anak dalam keluarga.
1.4  Manfaat Penulisan
1.      Memberikan pemahaman yang lebih dalam terkait dengan pola pengasuhan anak dalam keluarga.
2.      Memberikan masukan bagi mahasiswa dan dosen  pengampu mata kuliah terkait.
3.      Sebagai acuan dalam menyusun makalah selanjutnya.


BAB II
Pembahasan
Pola Pengasuhan Anak Dalam Keluarga
2.1 Pengertian Dari Pola Pengasuhan Anak Dalam Keluarga
            Pengertian pola pengasuhan anak dalam keluarga bisa ditelusuri dari pedoman yang dikeluarkan oleh Tim Penggerak PKK Pusat (1995), yakni : usaha orang tua dalam membina anak dan membimbing anak baik jiwa maupun raganya sejak lahir sampai dewasa (18 tahun). Selain itu, yang dimaksud dengan  pola pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang meliputi banyak perilaku spesifik yang bekerja sendiri atau bersama yang memiliki dampak pada anak. Tujuan utama pola pengasuhan yang normal adalah menciptakan kontrol. Meskipun tiap orang tua berbeda dalam cara mengasuh anaknya, namun tujuan utama orang tua dalam mengasuh anak adalah sama yaitu untuk mempengaruhi, mengajari dan mengontrol anak mereka.
2.2 Dimensi utama pengasuhan anak
            Erikson yakni bahwa dua aspek pengasuhan secara khusus penting selama anak usia prasekolah dan usia sekolah yaitu : a) pengasuhan hangat, dan b) pengasuhan dengan melakukan kontrol (Shapper, 1994).
1.      Pengasuhan dengan hangat
Pengasuhan yang hangat mengarah kepada sejumlah responsitivenes dan afeksi yang ditampilkan oleh orang tua (Shapper, 1994). Orang tua yag diklarifikasikan dengan hangat dan responsif sering tersenyum, pujian, sokongan anak, mereka berpikir sangat kritis ketika anak bertingkah laku yang tidak sesuai. Sebaliknya, hostile, tingkah laku orang tua yang banyak respon/tanpa memberikan respon/tanpa memberikan respon. Orang tua ini cepat memberikan kritikan, menghukum, atau mengabaikan anak, mereka biasanya bertindak dengan cara-cara yang dapat mengarahkan anak mengetahui bahwa mereka adalah dinilai atau dicintai.
2.      Pengasuhan dengan kontrol
Pengasuhan dengan kontrol mengarah kepada sejumlah peraturan atau supervisi orang tua terhadap anak mereka. Orang tua yang memiliki kontrol membatasi kebebasan anak mereka untuk melakukan ekspresi dengan menekankan banyak tuntutan dan secara aktif memonitor tingkah laku anak mereka untuk memastikan anak mereka mematuhi aturan. Orang tua tidak melakukan kontrol lebih banyak hukuman mereka membuat sedikit aturan dan mengizinkan anak memperkembangkan kebebasan untuk mengikuti minat-minat mereka, ekspresi opini, dan emosi, membuat keputusan tentang aktivitas mereka. Asumsi umum bahwa orang tua mereka menjdi kurang memberi hukuman sebagai kematangan anak mereka. Jika ada sesuatu, orang tua kelas menengah, secara nyata lebih mengontrol dari kelas rendah sampai pertengahan usia remaja (McNally, 1984; Einsenberg& Harris 1991; Roberts,Block& Block,1984). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pengasuhan yang hangat dan penuh afeksi memiliki kontriusi yang kuat untuk perkembangan kognitif, sosial dan emosional yang sehat. Dengan cara mereview beberapa atributes, bahwa karateristik anak dari orang tua yang hangat dan merespon adalah:
a)      Mereka terlihat secara aman pada umur awal. Kelekatan yang aman adalah kontributor penting untuk pertumbuhan rasa ingin tahu, kemampuan melakukan eksplorasi, keterampilan menyelesaikan masalah dan relasi sosial positif dengan orang dewasa dan sebayanya (Shapper, 1994).
b)      Mereka cenderung menjadi memiliki pasangan yang sama selama di sekolah dasar, sesuatu yang membuat mantap atau kokoh kemajuan skolastik dan skor rata-rata atau tes IQ mereka di atas rata-rata (Estrada, etal 1987).
c)      Mereka secara relatif memiliki altruistik, secara khusus ketika orang tua mereka mengajarkan nilai altruistik dan mempraktekkan apa yang mereka ajarkan kepada anak mereka.
d)     Mereka secara umum patuh, tanpa dipaksa berlangsung lama dengan beralasan dengan orang tua dan sebaya mereka.
e)      Mereka cenderung memiliki harga diri yang tinggi dan keterampilan role taking kemudian disiplin, mereka biasanya menerima tindakan orang tua mereka (Brody & Shapper; 1982).
f)       Mereka puas dengan identitas gender mereka dan mungkin benar-benar menerima tipe gender mereka.
g)      Mereka sering mengarahkan untuk menginternalisasikan norma lebih dari takut dari hukuman sebagai suatu alasan untuk sesuai dengan aturan moral (Brody & Shapper; 1982). Kehangatan dan afesinate adalah kemampuan penting secara jelas dari pengasuhan yang efektif (Shapper, 1994;454). Maccoby (1980) mengatakan bahwa pengasuhan yang hangat mengikat anak terhadap orang tua mereka dalam cara-cara yang positif. Pelayan yang hangat membuat anak responsif dan lebih mendorong anak untuk menerima bimbingan orang tua mereka (Maccoby, dalam Shapper, 1984).

2.3  Gaya Dari Pola Pengasuhan Anak Dalam Keluarga.
            Gaya pola pengasuhan memiliki 2 elemen penting, yaitu : parental responsiveness (respons orang tua) dan parental demandingness (tuntutan orang tua).
Parental Responsiveness (respons orang tua)
            Respons orang tua adalah orang tua yang secara sengaja dan mengatur dirinya sendiri untuk sejalan, mendukung dan menghargai kepentingan dan tuntutan anaknya.
Parental demandingness (tuntutan orang tua)
            Tuntutan orang tua adalah orang tua menuntut anaknya untuk menjadi bagian dari keluarga dengan pengawasan, penegakkan disiplin dan tidak segan memberi hukuman jika anaknya tidak menuruti.
            Selain respons dan tuntutan, gaya pola pengasuhan juga ditentukan oleh faktor yang ketiga, yaitu kontrol psikologis (menyalahkan, kurang menyayangi atau mempermalukan).
2.4 Macam-Macam Pola Pengasuhan Anak Dalam Keluarga Secara Umum
            Secara individual, orang tua memiliki hubungan yang khas dengan anak namun para peneliti telah mengidentifikasikan 3 macam pola asuh yang umum. Ketiga pola asuh ini telah terbukti berhubungan dengan perilaku dan kepribadian anak. Pembagian 3 macam pola asuh secara umum ini dinamakan : Authoritative, Authoritarian, dan Permissive.
  1. Pola asuh Authoritative/Demokrasi
            Pola asuh ini ditandai dengan orang tua yang memberikan kebebasan yang memadai pada anaknya tetapi memiliki standar perilaku yang jelas. Mereka memberikan alasan yang jelas dan mau mendengarkan anaknya tetapi juga tidak segan untuk menetapkan beberapa perilaku dan tegas dalam menentukan batasan. Mereka cenderung memiliki hubungan yang hangat dengan anaknya dan sensitive terhadap kebutuhan dan pandangan anaknya. Mereka cepat tanggap memuji keberhasilan anaknya dan memiliki kejelasan tentang apa yang mereka harapkan dan anaknya.
            Pola asuh yang paling baik adalah jenis Authoritative. Anak yang diasuh dengan pola ini tampak lebih bahagia, mandiri dan mampu untuk mengatasi stress. Mereka juga cenderung lebih disukai pada kelompok sebayanya, karena memiliki ketrampilan sosial dan kepercayaan diri yang baik.
            Selanjutnya, Baumrind (dalam Cole and Cole, 1993) mengemukakan bahwa orang tua Authoritative/Demokrasi mengambil peran dengan menuntut anak mereka berpengetahuan dan berketerampilan, lebih mengontrol sumber-sumber dan memiliki kekuatan fisik untuk anak mereka. Orang tua Authoritative/Demokrasi kurang suka menggunakan hukuman fisik dan kurang menekankan kepada kepatuhan terhadap otoritas dibandingkan dengan orang tua Authoritarian/Otoriter. Malahan orang tua ini berusaha untuk mengontrol anak mereka terhadap aturan atau keputusan dengan memberi alasan kepada mereka. Mereka berkeinginan mempertimbangkan pandangan mereka, meskipun tidak selalu mereka menerimanya. Orang tua menetapkan standar yang tinggi untuk tingkah laku anak dan mendorong anak menjadi individualis dan mandiri.
            Baumrind (dalam Cole and Cole, 1993) mengemukakan bahwa anak-anak dari orang tua Authoritative/Demokrasi lebih memperlihatkan keyakinan diri, kontrol diri, dan keinginan untuk melakukan eksplorasi dari pada anak yang dari orang tua Authoritarian/Otoriter dan permisif. Menurut Baumrind perbedaan dihasilkan dari fakta bahwa orang tua Authoritative/Demokrasi menetapkan standar yang tinggi untuk anak mereka, menjelaskan kepada anak mengapa mereka dibei hadiah dan hukuman.
  1. Pola asuh Authoritarian/Otoriter
            Pola asuh ini cukup ketat dengan apa yang mereka harapkan dan anaknya dan hukuman dan perilaku anak yang kurang baik juga berat. Peraturan diterapkan secara kaku dan seringkali tidak dijelaskan secara memadal dan kurang memahami serta mendengarkan kemamuan anaknya. Penekanan pola asuh ini adalah ketaatan tanpa bertanya dan menghargai tingkat kekuasaan. Disiplin pada rumah tangga ini cenderung kasar dan banyak hukuman.
            Anak dan orang orang tua yang Authoritarian cenderung untuk lebih penurut, taat perintah dan tidak agresif, tetapi mereka tidak memiliki rasa percaya diri dan kemampuan mengontrol dirinya terhadap teman sebayanya. Hubungan dengan orang tua tidak juga dekat. Pola asuh jenis ini terutama sulit untuk anak laki-laki, mereka cenderung untuk lebih pemarah dan kehilangan minat pada sekolahnya lebih awal. Anak dengan pola asuh ini jarang mendapat pujian dan orang tuanya sehingga pada saat mereka tumbuh dewasa, mereka cenderung untuk melakukan sesuatu karena adanya imbalan dan hukuman, bukan karena pertimbangan benar atau salah.
            Selanjutnya, Baumrind (dalam Cole and Cole, 1993) mengemukakan bahwa anak dari orang tua Authoritarian/Otoriter cenderung kehilangan kompetensi sosial berinteraksi dengan orang lain. Mereka cenderung menarik diri dari kontak sosial dan kurang memperlihatkan inisiatif. Dalam suatu konflik moral mereka cenderung ke luar dirinya (kepada otoritas) untuk memutuskan apa yang benar. Anak ini sering dikarateristikan sebagai kurang spontanitas dan kurang rasa ingin tahu intelektual (Baumrind,1971;Hoffman,1970 dalam Cole and Cole, 1993).
  1. Pola asuh Permissive/Permisif
            Orang tua pada kelompok ini membiarkan anaknya untuk menampilkan dirinya dan tidak membuat aturan yang jelas serta kejelasan tentang perilaku yang mereka harapkan. Mereka seringkali menenima atau tidak peduli dengan perilaku yang buruk. Hubungan mereka dengan anaknya adalah hangat dan menerima. Pada saat menetukan batasan, mereka mencoba untuk memeberikan alasan kepada anaknya dan tidak menggunakan kekuasaan untuk mencapai keinginan mereka.
            Hasil pola asuh dan orang tua permisif tidak sebaik hasil pola asuh anak dengan orang tua Authoritative. Meskipun anak-anak ini terlihat bahagia tetapi mereka kurang dapat mengatasi stress dan akan marah jika mereka tidak memperoleh apa yang mereka inginkan. Anak-anak ini cenderung imatur. Mereka dapat menjadi agresif dan dominant pada teman sebayanya dan cenderung tidak berorientasi pada hasil.
            Selanjutnya, Baumrind (dalam Cole and Cole, 1993) mengemukakan bahwa orang tua menerapkan pola pengasuhan permisif kurang memberikan latihan dalam mengontrol tingkah laku anak mereka bila dibandingkan dengan orang tua yang Authoritarian/Otoriter dan Authoritative/Demokrasi. Mereka berpandangan bahwa anak mereka harus belajar bagaimana tingkah laku melalui pengalaman mereka sendiri atau karena mereka tidak mau melakukan kesalahan dalam menerapkan disiplin. Mereka memberi anak mereka banyak kesempatan atau peluang untuk menetapkan scedule mereka sendiri dan sering membicarakan dengan anak mereka tentang kebijakan keluarga. Orang tua tipe ini tidak memberikan tuntutan tingkah laku dan prestasi serta kematangan tingkah laku seperti orang tua Authoritarian/Otoriter dan orang tua Authoritative/Demokrasi. Menurut Baumrind (dalam Cole and Cole, 1993) anak dari orang tua permisif secara relatif cenderung tidak matang, kesulitan mengontrol inpul-inpul mereka, kesulitan mengontrol inpul-inpul mereka, kesulitan menerima tanggung jawab untuk tindakan mereka dan bertindak secara mandiri.
            Meskipun hasil penelitian cukup jelas, tetapi perilaku manusia tidaklah hitam putih. Hampir semua orang tua melakukan ketiga jenis pola asuh ini.
2.5 Fungsi Keluarga Dalam Menerapkan Pola Pengasuhan Terhadap Anak Dalam Keluarga
            Pola asuh di atas harus disesuaikan dengan determinasi yang jelas antara hak dan kewajiban anak; tetapi terutama hak anak. Hak anak yang dimaksud ialah bermain, belajar, kasih sayang, nama baik, perlindungan, dan perhatian. 

Berdasarkan pendekatan sosio-kultural, dalam konteks bermasyarakat, keluarga memiliki fungsi berikut :
            1.      Fungsi Biologis. Tempat keluarga memenuhi kebutuhan seksual ( suami - istri ) dan mendapatkan keturunan (anak); dan selanjutnya menjadi wahana di mana keluarga menjamin kesempatan hidup bagi setiap anggotanya. Secara biologis, keluarga menjadi tempat untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, dan papan dengan syarat-syarat tertentu.  Berkaitan dengan fungsi ini, pola asuh anak di bidang kesehatan juga harus mendapat perhatian para orangtua. Pola hidup sehat perlu diterapkan di dalam keluarga yang bisa dilakukan dengan cara :
·         Memberitahukan pada anak untuk mengurangi konsumsi makanan instan atau cepat saji. mengapa hal ini penting ? Kita tahu, bahwa di dalam makanan instan terdapat zat pengawet yang jika dikonsumsi secara berlebihan akan membahayakan bagi kesehatan,
·         Memberitahukan pada anak untuk berolah raga secara rutin.
·         Menyediakan sayuran dan buah bagi anak untuk dikonsumsi.
·         Memberitahukan pada anak untuk memperbanyak minum air putih. 
            2.      Fungsi Pendidikan. Keluarga diajak untuk mengkondisikan kehidupan keluarga sebagai “institusi” pendidikan, sehingga terdapat proses saling belajar di antara anggota keluarga. Dalam situasi ini orangtua menjadi pemegang peran utama dalam proses pembelajaran anak-anaknya, terutama di kala mereka belum dewasa. Kegiatannya antara lain melalui asuhan, bimbingan dan pendampingan, dan teladan nyata. Dalam bidang pergaulan pun, anak tetap dikontrol. Sebagian peserta mengungkapkan bahwa mereka biasa mengontrol melalui teman si anak, serta menghubungi ibu/bapak guru melalui HP. Di samping itu, setalah anak pulang sekolah, para peserta juga memeriksa tas sekolah anak, kalau-kalau si anak membawa sesuatu yang tidak wajar. Adapun suka-duka para peserta dalam mendidik anak sangat bervariasi. Sebagian peserta menyatakan sangat senang bila anak-anak mereka menurut terhadap apa yang mereka sarankan. Namun di sisi lain, peserta merasa sedih bila si anak terkadang membantah perkataan mereka, ngambek tidak mau belajar, salah pergaulan dan sebagainya.  
            3.      Fungsi Religius. Para orangtua dituntut untuk mengenalkan, membimbing, memberi teladan dan melibatkan anak serta anggota keluarga lainnya mengenal kaidah-kaidah agama dan perilaku keagamaan. Di sini para orangtua diharuskan menjadi tokoh inti dan panutan dalam keluarga, untuk menciptakan iklim keagamaan dalam kehidupan keluarganya.  Berkatian dengan pola asuh anak di bidang agama, banyak orangtua sepakat bahwa agama adalah solusi terakhir dan tertinggi bagi setiap persoalan hidup anak-anak mereka. Masalahnya justru terletak pada tantangan yang mereka hadapi dalam mensosialisasikan ajaran agama dimaksud. Hari-hari ini ada fenomena bahwa agama seakan-akan tidak lagi menarik perhatian anak-anak. Pesan moral dari kisah-kisah yang mempesona dari kitab-kitab suci tidak lagi sampai kepada anak-anak di jaman ini. Memang sih hal ini erat terkait dengan mandegnya progressivitas pihak agama dalam mencari pola-pola pengajaran terkini. Maka tidak mengherankan bila sebagian besar orangtua sangat sulit  mengajak anak-anaknya untuk beribadah. Banyak anak justru tidak merasa nyaman di gereja atau tempat ibadah agamanya. Di titik ini para orangtua harus menyadari fungsi mereka sebagai  teladan atau pemberi contoh terlebih dahulu. Bagaimana anak akan menurut pada ajakan orangtua bila si orangtua sendiri tidak menjalankannya.  
            4.      Fungsi Perlindungan. Fungsi perlindungan dalam keluarga ialah untuk menjaga dan memelihara anak dan anggota keluarga lainnya dari tindakan negatif yang mungkin timbul. Baik dari dalam maupun dari luar kehidupan keluarga.  Selama ini dalam mendidik anak, banyak orangtua mendidik anak-anak mereka dengan sabar dan telaten, agar anak menurut sesuai dengan yang diinginkan. Namun tidak jarang pula mereka menggunakan cara-cara yang sedikit otoriter, agar anak tidak bandel dan menurut apa yang kita perintah. Fungsi perlindungan juga menyangkut pola asuh orangtua di bidang kesehatan. Pola ini bisa dicermati dari kegiatan keseharian anak, antara lain :
  • Selama ini ketika anak pulang dari sekolah langsung pulang ke rumah atau bermain dulu di tempat temannya. Dalam hal ini juga harus diperhatikan apakah anak tersebut sudah makan siang atau belum. Artinya kontrol terhadap pola makan anak dijalankan dengan baik. Apabila anak pulang sampai sore atau malam hari maka orangtua perlu menanyakan kemana saja seharian anak tersebut. 
  • Selama ini ketika anak pulang dari sekolah, apakah langsung membantu orangtua atau bermain. Hal ini ditinjau dari pandangan orangtua jelas tentunya lebih senang ketika anak langsung membantu orangtua dalam hal pekerjaan di dalam rumah. Lalu bagaimana bila ternyata anak membantu orangtua dalam arti ikut bekerja mencari uang ? Tentunya hal ini sebaiknya belum boleh dilakukan oleh anak, mengingat anak masih tumbuh dan berkembang dan mempunyai hak untuk menikmati dunia bermainnya. Bisa dibayangkan betapa anak nantinya akan terbebani ketika harus memikirkan pelajaran di sekolah, namun di sisi yang lain masih harus bekerja mencari uang. Sudah menjadi kewajiban orangtualah untuk membiayai segala macam keperluan anak sehari-hari termasuk pula dalam hal biaya sekolah. 
  • Anak dipastikan mandi sehari dua kali. Dalam hal ini orangtua senantiasa mengontrol apakah anak sudah mandi atau belum. 
  • Asupan gizi yang dikonsumsi anak juga harus diperhatikan. Apabila anak setiap hari diberi lauk daging, tentunya tidak bagus. Akan lebih baik bila diimbangi dengan sayur, buah dan susu. Dalam arti makanan yang dikonsumsi sehari-hari memenuhi 4 sehat 5 sempurna. Sesekali anak diberi lauk ikan, telur, tempe, tahu dan lainnya. Hal ini dimaksudkan agar terdapat variasi menu makanan anak agar anak tidak bosan.
            5.      Fungsi Sosialisasi. Para orangtua dituntut untuk mempersiapkan anak untuk menjadi anggota masyarakat yang baik, kalau tidak mau disebut warga negara kelas satu. Dalam melaksanakan fungsi ini, keluarga berperan sebagai penghubung antara kehidupan anak dengan kehidupan sosial dan norma-norma sosial, sehingga kehidupan di sekitarnya dapat dimengerti oleh anak, sehingga pada gilirannya anak berpikir dan berbuat positif di dalam dan terhadap lingkungannya.  
            6.      Fungsi Kasih Sayang. Keluarga harus dapat menjalankan tugasnya menjadi lembaga interaksi dalam ikatan batin yang kuat antara anggotanya, sesuai dengan status dan peranan sosial masing-masing dalam kehidupan keluarga itu. Ikatan batin yang dalam dan kuat ini, harus dapat dirasakan oleh setiap anggota keluarga sebagai bentuk kasih sayang. Dalam suasana yang penuh kerukunan, keakraban, kerjasama dalam menghadapi berbagai masalah dan persoalan hidup.  
            7.      Fungsi Ekonomis. Fungsi ini menunjukkan bahwa keluarga merupakan kesatuan ekonomis. Aktivitas dalam fungsi ekonomis berkaitan dengan pencarian nafkah, pembinaan usaha, dan perencanaan anggaran biaya, baik penerimaan maupun pengeluaran biaya keluarga.  
            8.      Fungsi Rekreatif. Suasana Rekreatif akan dialami oleh anak dan anggota keluarga lainnya apabila dalam kehidupan keluarga itu terdapat perasaan damai, jauh dari ketegangan batin, dan pada saat-saat tertentu merasakan kehidupan bebas dari kesibukan sehari-hari.  
            9.      Fungsi Status Keluarga. Fungsi ini dapat dicapai apabila keluarga telah menjalankan fungsinya yang lain. Fungsi keluarga ini menunjuk pada kadar kedudukan (status) keluarga dibandingkan dengan keluarga lainnya. Dalam mengembangkan anak untuk menjadi sumber daya manusia yang berkualitas diperlukan persiapan dan perlakuan terhadap anak secara tepat sesuai dengan kondisi anak. Sebagai manusia, setiap anak mempunyai ciri individual yang berbeda satu dengan yang lain. Di samping itu setiap anak yang lahir di dunia ini berhak hidup dan berkembang semaksimal mungkin sesuai dengan kondisi yang dimilikinya. Untuk dapat memberi kesempatan berkembang bagi setiap anak diperlukan pola asuh yang tepat dari orangtuanya, hal ini mengingat anak adalah menjadi tanggung jawab orangtuanya baik secara fisik, psikis maupun sosial.
2.6 Cara Mengasuh Anak Dalam Keluarga
            Mengasuh anak adalah proses mendidik agar kepribadian anak dapat berkembang dengan baik dan ketika dewasa menjadi orang yang mandiri dan bertanggung jawab. Mengasuh anak bukanlah dimulai saat anak dapat berkomunikasi dengan baik, tetapi dilakukan sendiri mungkin (sejak lahir).
Cara mengasuh anak sebaiknya disesuaikan dengan tahap perkembangan anak yaitu :
a.      Sejak lahir sampai 1 tahun
            Dalam kandungan, anak hidup serba teratur, hangat, dan penuh penlindungan. Setelah dilahinkan, anak sepenuhnya bengantung terutama pada ibu atau pengasuhnya. Pada masa ini anak perlu dibantu untuk mempertahankan hidupnya. Pencapaian pada tahap ini untuk mengembangkan rasa percaya pada lingkungannya. Bila nasa percaya tak didapat, maka timbul rasa tak aman, rasa ketakutan dan kecemasan. Bayi belum bisa bercakap-cakap untuk menyampaikan keingmnannya, ia menangis untuk menarik perhatian orang. Tangisannya menunjukkan bahwa bayi membutuhkan bantuan. Ibu harus belajar mengerti maksud tangisan bayi. Keadaan dimana saat bayi membutuhkan bantuan, dan mendapat respon yang sesuai akan menimbulkan rasa percaya dan aman pada bayi. ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi. Dengan pemberian ASI seorang bayi akan didekap ke dada sehingga merasakan kehangatan tubuh ibu dan terjalinlah hubungan kasih sayang antara bayi dan ibunya. Segala hal yang dapat mengganggu proses menyusui dalam hubungan ibu anak pada tahap ini akan menyebabkan terganggunya pembentukan rasa percaya dan rasa aman.
b.      Usia 1 – 3 tahun
Pada tahap ini umumnya anak sudah dapat berjalan. Ia mulai menyadari bahwa gerakan badannya dapat diatur sendiri, dikuasai dan digunakannya untuk suatu maksud. Tahap ini merupakan tahap pembentukan kepercayaan diri.
            Pada tahap ini, akan tertanam dalam diri anak perasaan otonomi diri, makan sendiri, pakai baju sendiri dll. Orang tua hendaknya mendorong agar anak dapat bergerak bebas, menghargai dan meyakini kemampuannya. Usahakan anak mau bermain dengan anak yang lain untuk mengetahui aturan permainan. Hal ini jadi dasar terbentuknya rasa yakin pada diri dan harga diri di kemudian hari.
c.       Usia 3 – 6 tahun (prasekolah)
            Tahap ini anak dapat meningkatnya kemampuan berbahasa dan kemampuan untuk melakukan kegiatan yang bertujuan, anak mulai memperhatikan dan berinteraksi dengan dunia sekitarnya.
            Anak bersifat ingin tahu, banyak bertanya, dan meniru kegiatan sekitarnya, libatkan diri dalam kegiatan bersama dan menunjukkan inisiatif untuk mengerjakan sesuatu tapi tidak mementingkan hasilnya, mulai melihat adanya perbedaan jenis kelamin kadang-kadang terpaku pada alat kelaminnya sendiri.
            Pada tahap ini ayah punya peran penting bagi anak. Anak laki-laki merasa lebih sayang pada ibunya dan anak perempuan lebih sayang pada ayahnya. Melalui peristiwa ini anak dapat mengalami perasaan sayang, benci, iri hati, bersaing, memiliki, dll. Ia dapat pula mengalami perasaan takut dan cemas. Pada masa ini, kerjasama ayah-ibu amat penting artinya.
d.      Usia 6 – 12 tahun
            Pada usia ini teman sangat penting dan ketrampilan sosial mereka semakin berkembang. Hubungan mereka menjadi lebih baik dalam berteman, mereka juga mudah untuk mendekati teman baru dan menjaga hubungan pertemanan yang sudah ada.
            Pada usia ini mereka juga menyukai kegiatan kelompok dan petualangan, keadaan ini terjadi karena terbentuknya identifikasi peran dan keberanian untuk mengambil risiko. Orang tua perlu membimbing mereka agar mereka memahami kemampuan mereka yang sebenarnya dan tidak melakukan tindakan yang berbahaya.
            Anak pada usia ini mulai tertarik dengan masalah seks dan bayi, sehingga orang tua perlu untuk memberikan informasi yang dianggap sensitive ini secara
            Dalam perkembangan keterampilan mentalnya, mereka dapat mempertahankan ketertarikannya dalam waktu yang lama dan kemampuan menulis mereka baik. Anak pada usia ini seringkali senang membaca buku ilmu pengetahuan atau CD ROM. Mereka menikmati mencari dan menemukan informasi yang menarik minat mereka.
            Anak mulai melawan orang tuanya, mereka menjadi suka berargumentasi dan tidak suka melakukan pekerjaan rumah. Orang tua perlu secara bijaksana menjelaskann pada mereka tugas dan tanggung jawabnya. Keberhasiln pada masa kanak akhir terlihat, jika mereka dapat berkarya dan produktif dikemudian hari.
e.       Usia 12 – 18 tahun
            Masa remaja bervariasi pada setiap anak, tapi pada umumnya berlangsung antara usia 11 sampai 18 tahun. Di dalam masa remaja pembentukan identitas diri merupakan salah satu tugas utama, sehingga saat masa remaja selesai sudah terbentuk identitas diri yang mantap.
            Pertanyaan yang sering pada masa remaja saat pembentukan identitas diri adalah : siapakah saya?, serta : kemanakah arah hidup saya? Jika masa remaja telah berakhir dan pertanyaan itu tidak dapat dijawab dan diselesaikan dengan baik, dapat terjadi apa yang dinamakan : krisis identitas, pada krisis identitas terjadi dapat menimbulkan kebingungan/kekacauan identitas dirinya. Unsur-unsur yang memegang peran penting dalam pembentukan identitas diri adalah : pembentukan suatu rasa kemandirian, peran seksual, identifikasi gender, dan peran sosial serta perilaku.
            Berkembangnya masa remaja terlihat saat Ia mulai mengambil berbagai macam nilai-nilai etik, baik dan orang tua, remaja lain dan ia menggabungkannya menjadi suatu sistem nilai dan dirinya sendiri.
            Pada masa remaja, numah merupakan landasan dasar (base), sedangkan ‘dunianya” adalah sekolah maka bagi remaja hubungan yang paling penting selain dengan keluarganya adalah dengan teman sebaya. Pengertian dari rumah sebagai landasan dasar adalah, anak dalam kehidupan seahari-hani tampaknya ia seolah-olah sangat bergantung kepada teman sebayanya, tapi sebenarnya Ia sangat membutuhkan dukungan dan orang tuanya yang sekaligus harus berfungsi sebagai pelindung di saat ia mengalami krisis, baik dalam dirinya atau karena faktor lain. Pada masa ini penting sekali sikap keluarga yang dapat berempati, mengerti, mendukung, dan dapat bersikap komunikatif dua anak dengan sang remaja dalam pembentukan identitas diri remaja itu.
            Dengan berakhirnya masa remaja dan memasuki usia dewasa, terbentuklah dalam suatu identias diri. Keberhasilan yang diperoleh atau kegagalan yang dialami dalam proses pencapaian kemandirian merupakan pengaruh dari fase-fase perkembangan sebelumnya. Kegagalan keluarga dalam memberikan bantuan/dukungan itu secara memadai, akan berakibat dalam ketidak mampuan anak untuk mengatur dan mengendalikan kehidupan emosinya. Sedangkan keberhasilan keluarga dalam pembentukan remaja telah mengambil nilai-nilai etik dari orang tua dan agama, ia mengambil nilai-nilai apa yang terbaik bagi dia dan masyarakat pada umumnya. Jadi penting bagi orang tua untuk memberi teladan yang baik bagi remaja, dan bukan hanya menuntut remaja berperilaku baik, tapi orang tua sendiri tidak berbuat demikian.




























BAB III
Penutup
3.1 Kesimpulan
            Dengan apa yang telah dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa pola pengasuhan anak dalam keluarga adalah usaha orang tua dalam membina anak dan membimbing anak baik jiwa maupun raganya sejak lahir sampai dewasa (18 tahun). Dalam hal ini dimensi utama pengasuhan anak usia prasekolah dan usia sekolah yaitu : a) pengasuhan hangat, dan b) pengasuhan dengan melakukan kontrol (Shapper, 1994). Selanjutnya, gaya pola pengasuhan memiliki 2 elemen penting, yaitu : parental responsiveness (respons orang tua) dan parental demandingness (tuntutan orang tua). Adapun macam-macam pola pengasuhan anak dalam keluarga yaitu: pola demokrasi, pola otoriter, dan pola permisif. Untuk menerapkan macam-macam dari pola pengasuhan tersebut ada beberapa fungsi keluarga diantaranya: fungsi biologis, fungsi pendidikan, fungsi religius, fungsi perlindungan, fungsi sosialisasi, fungsi kasih sayang, fungsi ekonomi, fungsi rekreatif dan fungsi status keluarga. Selain itu, cara mengasuh anak dalam keluarga hendaknya disesuaikan dengan tahap perkembangan anak yaitu sejak lahir sampai 1 tahun,usia 1-3 tahun, usia 3-6 tahun (prasekolah),usia 6-12 tahun dan usia 12-18 tahun.
3.2 Saran
            Kami menyarankan kepada para orang tua agar lebih memperhatikan terkait dengan masalah pola asuh anak dalam keluarga hal ini mungkin merupakan PR yang besar bagi semua orang tua karena pada saat ini banyak terjadinya konflik-konflik serta kurangnya rasa simpati dan empati dari anak dalam pergaulan tersebut disebabkan oleh pola asuh anak dalam keluarganya.