BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hidup
berkeluarga adalah fitrah setiap manusia. Setiap agama dengan kesempurnaan
ajarannya mengatur tentang konsep keluarga yang di bangun di atas dasar
perkawinan.Melalui perkawinan dapat diatur hubungan laki-laki dan wanita (yang
secara fitrahnya saling tertarik) dengan aturan yang khusus. Dari hasil
pertemuan ini juga akan berkembang jenis keturunan sebagai salah satu tujuan
dari perkawinan tersebut. Dan dari perkawinan itu pulalah terbentuk keluarga
yang diatasnya didirikan peraturan hidup khusus dan sebagai konsekuensi dari
sebuah perkawinan.
Dalam
mengarungi samudera kehidupan rumah tangga tidaklah semudah apa yang kita
bayangkan, tidak jarang sebuah rumah tangga terhempas gelombang badai yang
akhirnya berdampak bagi keharmonisan keluarga.Tidak sedikit keluarga yang
akhirnya tercerai berai tak tentu arah akibat hempasan gelombang badai, namun
tidak sedikit juga keluarga yang tetap kokoh melayari samudera kehidupan rumah
tangga karena mampu menjaga keharmonisan keluarga.
Keharmonisan
keluarga merupakan syarat penting dalam mengarungi kehidupan rumah tangga agar
mereka mampu menghadapi berbagai goncangan dan hempasan badai dalam rumah
tangga. Oleh karena itu, pemahaman terhadap konsep keharmonisan keluarga sangat
diperlukan karena kebanyakan keluarga yang gagal adalah keluarga yang tidak
mmahami akan pentingnya keharmonisan keluarga.
Keharmonisan keluarga
merupakan dambaan setiap orang yang ingin membentuk keluarga atau yang telah
memiliki keluarga, namun masih banyak yang kesulitan dalam membangun
keharmonisan keluarga.Dalam membangun keharmonisan keluarga sangat dipengaruhi
oleh tiga kecerdasan dasar manusia yaitu Kecerdasan Spiritual, Kecerdasan
Emosional, dan Kecerdasan Intelektual. Oleh sebab itu sangatlah penting bgi
setiap individu atau setiap orang yang ingin membangun sebuah rumah tangga
ketinnga pondasi atau dasar-dasar kecerdasan tersebut harus lebih dimatangakan
agara lebih siap lahir bathin dalam berkeluarga nantinya.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar bellakang tersebut maka dapat
dirumuskan beberapa masalah diantaranya adalah :
1.
Bagaimanakah Konsep keluarga bahagia ?
2.
Apasajakah Kebutuhan-kebutuhan manusia ?
3.
Bagaimanakah Ciri-ciri keluarga bahagia
?
4.
Apasajakah faktor-faktor agar
tercapainya keluarga bahagia dan pedoman mencapai keluarga bahagia ?
5.
Bagaimanakah gambaran kepribadian suami
istri yang hidup bahagia dan yang tidak bahagia ?
6.
Bagaimanakah pengertian problem keluarga
?
7.
Bagaimanakah klasifikasi problem
keluarga ?
1.3 Tujuan penulisan
Dari rumusan masalah yang telah
disampaikan di atas maka tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk
mengetahui bagaimanakah Konsep keluarga bahagia ?
2. Untuk
mengetahui apasajakah kebutuhan-kebutuhan manusia ?
3. Untuk
mengetahui bagaimanakah Ciri-ciri keluarga bahagia ?
4. Untuk
mengetahui apasajakah faktor-faktor agar tercapainya keluarga bahagia dan
pedoman mencapai keluarga bahagia ?
5. Untuk
mengetahui bagaimanakah gambaran kepribadian suami istri yang hidup bahagia dan
yang tidak bahagia ?
6. Untuk
mengetahui bagaimanakah pengertian problem keluarga ?
7. Untuk
mengetahui bagaimanakah klasifikasi problem keluarga ?
1.4 Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan dari makalah ini
adalah :
1.
Memberi pemahaman yang lebih mendalam
lagi tentang bagai mana konsep dan ciri-ciri keluarga bahagia.
2.
Memberi tambahan pengetahuan dan bekal
kepada pembaca dalam mengarungi bahtera rumah tangga.
3.
Memberi masukan kepada mahasiswa dan
dosen pengampu mata kuliah terkait.
4.
Sebagai acuan dalam penyusunan
makalah-makalah selanjutnya.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Konsep Keluarga Bahagia dan Problema Keluarga
2.1.1
Konsep Keluarga Bahagia
Ciri
– ciri keluarga bahagia adalah keluarga yang selalu mempunyai tegang rasa yang
baik antar sesama anggota keluarga, tidak saling curiga, saling bantu membantu,
tidak mudah terpengaruh dengan isu-siu luar yang bisa merusak keharmonian
keluarga.
Keluarga bahagia, keluarga yang didalamnya terdapat berbagai persoalan/masalah kekeluargan. Tetapi itu semua dihadapi dengan kepala diingin dan dengan komunikasi yang baik, antar sesama anggota keluarga keluarga, istri dengan suami, anak dengan ibu, anak dengan ayah, martua dengan menantu, dan anggota lain yang ada dikeluarga.
Penuhilah kebutuhan-kebutuhan keluarga secara bersama-sama, sehingga susuatu yang dibutuhkan dalam membangun keluarga bahagian kita dapatkan, sehingga dengan mudah kita bisa bangun keluarga yang bahagia, untuk memenuhi itu semua jangan memberatkan salah satu dari anggota keluarga kita, mari kita bekerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
Jangan saling menyalahkan antar anggota keluarga, walaupun kita tau salah satu anggota keluarga kita berbuat salah, beri memereka peluang untuk membela diri, dan berkreativitas terhadap,apayang,diinginkannya. Keluarkan kemampuan optimal dalam membangun keluarga bahagia. jangan terpaksa, beri dengan keiklhasan yang baik.
Banyak lain yang perlu kita perhatikan dalam membangun keluarga bahagia.
Keluarga bahagia, keluarga yang didalamnya terdapat berbagai persoalan/masalah kekeluargan. Tetapi itu semua dihadapi dengan kepala diingin dan dengan komunikasi yang baik, antar sesama anggota keluarga keluarga, istri dengan suami, anak dengan ibu, anak dengan ayah, martua dengan menantu, dan anggota lain yang ada dikeluarga.
Penuhilah kebutuhan-kebutuhan keluarga secara bersama-sama, sehingga susuatu yang dibutuhkan dalam membangun keluarga bahagian kita dapatkan, sehingga dengan mudah kita bisa bangun keluarga yang bahagia, untuk memenuhi itu semua jangan memberatkan salah satu dari anggota keluarga kita, mari kita bekerjasama dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
Jangan saling menyalahkan antar anggota keluarga, walaupun kita tau salah satu anggota keluarga kita berbuat salah, beri memereka peluang untuk membela diri, dan berkreativitas terhadap,apayang,diinginkannya. Keluarkan kemampuan optimal dalam membangun keluarga bahagia. jangan terpaksa, beri dengan keiklhasan yang baik.
Banyak lain yang perlu kita perhatikan dalam membangun keluarga bahagia.
Keluarga
Bahagia Sejahtera adalah keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan
yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak,
bertakwa kepada TYME, memiliki hubungan serasi, selaras, dan seimbang antar
anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.
Bahagia
adalah sesuatu yang ada di luar manusia, dan bersitat kondisional. Kebahagiaan
bersifat sangat temporal. Jika dia sedang berjaya, maka di situ ada
kebahagiaan. Jika sedang jatuh, maka hilanglah kebahagiaan. Maka. menurut
pandangan ini tidak ada kebahagiaan yang abadi dalam jiwa manusia. Kebahagiaan
itu sifatnya sesaat, tergantung kondisi eksternal manusia. Inilah gambaran
kondisi kejiwaan masyarakat yang senantiasa dalam keadaan mencari dan mengejar
kebahagiaan, tanpa merasa puas dan menetap dalam suatu keadaan. Jadi,
kebahagiaan adalah kondisi hati yang dipenuhi dengan keyakinan (iman) dan
berperilaku sesuai dengan keyakinannya itu.
Menurut
Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN (1996), tahapan keluarga bahgia dan sejahtera
terdiri dari:
a. Prasejahtera
Keluarga
yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal atau belum seluruhnya
terpenuhi seperti:spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan dan KB.
b. Sejahtera
I
Keluarga
yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat
memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya seperti kebutuhan akan pendidikan, KB,
interaksi dalam keluarga, interaksi lingkungan tempat tinggal, dan
transportasi.
c. Sejahtera II
Keluarga
yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan kebutuhan sosial psikologisnya
tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan, seperti kebutuhan untuk
menabung dan memperoleh informasi.
d. Sejahtera
III
Keluarga
yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan,
tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang teratur bagi masyarakat atau
kepedulian sosialnya belum terpenuhi seperti sumbangan materi, dan berperan
aktif dalam kegiatan masyarakat.
e. Sejahtera
III plus
Keluarga
yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan,
dan telah dapat memberikan sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam
kegiatan kemasyarakatan atau memiliki kepedulian sosial yang tinggi.
2.1.2 Kebutuhan – Kebutuhan Manusia
Kebutuhan manusia itu beragam dan bila dihitung tak akan terhitung
banyaknya seunpama banyaknya pasir dilaut dan bintang-bintang di langit, kita
pasti tak dapat menghitungnya. Beragam kebutuhan manusia itu tak dapat kita
klasifikasikan menurut tolok ukur tertentu.
a. Tingkat Kebutuhan Manusia
Menurut Maslow
Menurut Abraham Maslow, manusia memiliki lima tingkat kebutuhan
hidup yang akan selalu berusaha untuk dipenuhi sepanjang masa hidupnya. Lima
tingkatan yang dapat membedakan setiap manusia dari sisi kesejahteraan
hidupnya, teori yang telah resmi di akui dalam dunia psikologi.
Kebutuhan
tersebut berjenjang dari yang paling mendesak hingga yang akan muncul dengan
sendirinya saat kebutuhan sebelumnya telah dipenuhi. Setiap orang pasti akan
melalui tingkatan-tingkatan itu, dan dengan serius berusaha untuk memenuhinya,
namun hanya sedikit yang mampu mencapai tingkatan tertinggi dari piramida ini.
Lima tingkat
kebutuhan dasar menurut teori Maslow adalah sebagai berikut (disusun dari yang
paling rendah) :
1.
Kebutuhan
Fsiologis.
Contohnya adalah : Sandang / pakaian, pangan / makanan, papan /
rumah, dan kebutuhan biologis seperti buang air besar, buang air kecil,
bernafas, dan lain sebagainya.
2.
Kebutuhan
Keamanan dan Keselamatan
Contoh seperti : Bebas dari penjajahan, bebas dari ancaman, bebas
dari rasa sakit, bebas dari teror, dan semacamnya.
3.
Kebutuhan
Sosial
Misalnya adalah : Memiliki teman, memiliki keluarga, kebutuhan cinta
dari lawan jenis, dan lain-lain.
4.
Kebutuhan
Atas Penghargaan
Dalam kategori ini dibagi menjadi dua jenis, Eksternal dan Internal.
- Sub kategori eksternal meliputi : Pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.
- Sedangkan sub kategori internal sudah lebih tinggi dari eskternal, pribadi tingkat ini tidak memerlukan pujian atau penghargaan dari orang lain untuk merasakan kepuasan dalam hidupnya.
- Sub kategori eksternal meliputi : Pujian, piagam, tanda jasa, hadiah, dan banyak lagi lainnya.
- Sedangkan sub kategori internal sudah lebih tinggi dari eskternal, pribadi tingkat ini tidak memerlukan pujian atau penghargaan dari orang lain untuk merasakan kepuasan dalam hidupnya.
5.
Aktualisasi
Diri
Menurut Maslow pribadi yang telah
berhasil beraktualisasi memiliki
beberapa ciri diantaranya adalah :
a. Memusatkan
diri pada realitas (reality-centered), yakni melihat sesuatu apa adanya dan
mampu melihat persoalan secara jernih, dan bebas
b. Memusatkan
diri pada masalah (problem-centered), yakni melihat persoalan hidup sebagai
sesuatu yang perlu dihadapi dan dipecahkan, bukan dihindari.
c. Spontanitas,
menjalani kehidupan secara alami, mampu menjadi diri sendiri serta tidak
berpura-pura.
d. Otonomi
pribadi, memiliki rasa puas diri yang tinggi, cenderung menyukai kesendirian
dan menikmati hubungan persahabatan dengan sedikit orang namun bersifat
mendalam.
e. Penerimaan
terhadap diri dan orang lain. Mereka memberi penilaian tinggi pada
individualitas dan keunikan diri sendiri dan orang lain. Dengan kata lain
orang-orang yang telah beraktualisasi diri lebih suka menerima anda apa adanya
ketimbang berusaha mengubah anda.
f. Rasa
humor yang ‘tidak agresif’ (unhostile). Mereka lebih suka membuat lelucon yang
menertawakan diri sendiri atau kondisi manusia secara umum (ironi), ketimbang menjadikan
orang lain sebagai bahan lawakan dan ejekan.
g. Kerendahatian
dan menghargai orang lain (humility and respect)
h. Apresiasi
yang segar (freshness of appreciation), yakni melihat sesuatu dengan sudut
pandang yang orisinil, berbeda dari kebanyakan orang. Kualitas inilah yang
membuat orang-orang yang telah beraktualisasi merupakan pribadi-pribadi yang
kreatif dan mampu menciptakan sesuatu yang baru.
PIRAMIDA KEBUTUHAN MANUSIA MENURUT
MASLOW
b.
Kebutuhan Manusia Menurut Tingkat Kepentingan
Tolok ukur berlaku di sini
berhubungan dengan propritas atau kadar penting atau tidaknya suatu kebutuhan
tersebut.
- Kebutuhan Primer. Kebutuhan
primer merupakan kebutuhan yang paling utama untuk dipenuhi. Termasuk
dalam kebutuhan primer ialah: kebutuhan akan makanan, pakaian dan
perumahan. Mengapa kebutuhan seperti itu dinamakan primer? Ditinjau dari
sudut pandang etimologi (Ilmu yang mempelajari asal usul kata),
kebutuhan primer itu berarti kebutuhan yang pertama kali dibutuhkan oleh
manusia demi kelangsungan hidupnya. Primer sendiri berasal dari kata Primus
yang berarti “pertama”. Agar tetap hidup manusia harus makan, minum,
dan berpakaian layaak serta harus pula mempunyai tempat tinggal untuk
berlindung dari hujan, matahari dan udara dingin. Akan sulit bagi manusia
untuk melaksanakan jati dirinya sebelum kebutuhan primernya terpenuhi.
Itulah sebabnya kebutuhan primer itu disebut “kebutuhan alamiah”.
- Kebutuhan Sekunder. Manusia
tidak hanya hidup dengan memenuhi kebutuhan primer, tetapi manusia sebagai
makhluk berbudaya dan bermasyrakat tidak lepas dari kebutuhan yang lebih
luas, lebih banyak dan lebih sempurna. Kebutuhan semacam ini menyangkut
kebutuhan akan peralatan rumah tangga, seperti tempat tidur, meja, kursi,
radio, buku, alat tulis, komputer, dll. Kebutuhan seperti ini disebut
kebutuhan sekunder. Kata sekunder berasal dari kata latin secundus yang
berarti “kedua” kebutuhan sekunder merupakan kebutuhan setelah kebutuhan
primer terpenuhi. Setelah kebutuhan primer terpenuhi, manusia akan
memperhatikan kebutuhan sekundernya demi untuk menjaga kenyamanan hidupnya
dan jati dirinya.
- Kebutuhan Tersier. Tersier
berasal dari kata tersius yang berarti “ketiga.” Kebutuhan ini akan
timbul setelah kebutuhan primer dan sekunder terpenuhi. Pemenuhan
kebutuhan tersier ini tertuju kepada barang-barang mewah seperti mobil
sedan yang mewah, TV yang besar dan layar datar 54 inci, wisata ke Alaska
atau bahkan berlibur ke ruang angkasa. Kebutuhan tersier ini bertujuan
untuk meningkatkan prestise manusia tersebut dalam masyrakat. Perlu kita
ketahui, batas antara kebutuhan sekunder dan tersier untuk setiap orang
berbeda-beda. Perbedaan ini ditentukan oleh kedudukan dan status ekonomis
orang ditengah masyarakat. Adakalanya kebutuhan sekunder untuk golongan
merupakan kebutuhan tersier untuk golongan lain, seperti kebutuhan akan TV
hitam putih di suatu desa terpencil. Sedangkan di kota-kota besar, TV
hitam-putih tidak lag dianggp barang mewah. Bahkan bagi golongan yang
berpenghasilan tinggi, TV berwarna sudah dianggap sebagai kebutuhan primer.
Tolok ukur yang
berbeda disini berhubungan dengan akibat atau pengaruh bagi kita secara jasmani
dan rohani.
- Kebutuhan Jasmani. Membaca
namanya, kita segera tahu bahwa kebutuhan macam ini berhubungan dengan
badan dan raga kita. Agar tetap hidup, raga kita harus tetap dipelihara
dengan memberikan cukup makanan dan minuman dan pakaian agar kita tetap
layak hidup dalam masyarakat. Lalu kita ketahui sekarang ini, di kota-kota
sudah menjamur pusat-pusat kesegaran jasmani dan fitness center. Gejala
ini juga menunjukan upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan jasmani. Sampai
disini dapat kita simpulkan bahwa, kebutuhan jasmani merupakan segala
sesuatu yang diperlukan manusia untuk pemeliharaan raganya.
- Kebutuhan Rohani. Terpenuhnya
kebutuhan jasmani belum menjamin berlangsungnya kehidup kita dengan baik.
Sering kita saksikan, orang-orang kaya yang mengalami stress atau
terkekang. Selain makan dan minum, manusia masih membutuhkan ketentraman,
kenyamanan, pemuasan dan perhatian. Kebutuhan seperti ini berhubungan
dengan rohani dan batin kita. Kebutuahan macam ini tidak boleh kita
sepelehkan. Seandainya kalian diabaikan oleh ayah, ibu atau teman-teman,
kalian merasa tidak enak, bukan? Di sini, dapat kita simpulkan bahwa
kebutuhan rohani merupakan kebutuhan yang bila dipenuhi akan memberikan
kepuasan batin. Hal yang harus diperhatikan disini ialah bahwa kebutuhan
rohani itu tidak hanya meliputi kebutuhan yang menjalankan ibadah saja,
tetapi juga kebutuhan akan pendidikan seperti membaca buku, berekrasai,
berkumpul dengan orang tua, juga hiking bersama teman-teman untuk
menyaksikan keindahan alam.
d. Kebutuhan Menurut Waktu
Tolok ukur yang
berlaku di sini mununjuj pada kebutuhan dengan pemenuhannya; kapan kebutuhan
tertentu dapat atau harus dipenuhi. Berdasarkan tolok ukur ini, kebutuhan dapat
diklasifikasikan menjadi:
- Kebutuhan sekarang. Kebutuhan
seperti ini menunjuk pada kebutuhan yang pemenuhannya harus sekarang juga
atau tidak dapat ditunda. Penundaan akan berakibat fatal. Misalnya, orang
yang sedang sakit harus segera minum obat yang sesuai dengan penyakitny.
Jika ditunda maka nyawa si sakit akan terancam.
- Kebutuhan yang akan datang. Kebutuhan
yang macam ini menunjukkan pada kebutuhannya dilakukan dikemudian hari.
Dengan demikian, kebutuhan ini berhubungan dengan persediaan atau
persiapan untuk waktu yang akan datang, baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Misalnya, penyediaan perlengkapan bayi bagi ibu yang sedang
mengandung, menabung dalam rangka penyediaan dana untuk melanjutkan pendidikan,
tabungan hari tua bagi yang akan pensiun, dan sebagainya.
e.Kebutuhan Menurut Subyek yang Dibutuhkan
Tolok ukur yang
berlaku di sini berhubungan dengan jumlah orang yang membutuhkan, apakah hanya
orang tertentu ataukah hanya sekelompok orang. Berdasarkan tolok ukur tersebut,
kebutuhan dapat diklasifikasikan menjadi:
- Kebutuhan individual. Kebutuhan
individual adalah kebutuhan yang mencakup hal-hal yang diperuntukkan bagi
perseorangan (individu). Kebutuhan seperti ini berbeda untuk tiap-tiap
orang. Misalnya, kebutuhan seorang petani berbeda dengan kebutuhan seorang
akutan. Seorang petani membutuhkan cangkul, arit, bajak, dan pupuk,
sedangkan seorang akuntan membutuhkan alat tulis, kalkulator, kertas, dan
komputer.
- Kebutuhan Kolektif. Kebutuhan
kolektif adalah kebutuhan yang dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat
secara bersama-sama. Misalnya, jembatan, pasar, angkutan umum, rumah
sakit, tempat rekreasi, telepon umum, jalan raya, dan lain-lain. Barang
dan jasa kebutuhan kolektif ini disediakan untuk memudahkan masyrakat
melaksanakan kegiatan ekonomi, sosial atau kegiatan sehari-hari lainnya.
2.1.3 Ciri – ciri Keluarga Bahagia
Keluarga yang diidealkan setiap manusia adalah keluarga yang
memiliki ciri-ciri mental sehat demikian dengan perasaan tenang, cinta dan kasih
sayang. Antar anggota keluarga saling mencintai, menyayangi, dan merindukan. Sang
ayah mencintai, menyayangi dan merindukan anak dan ibu dari anak-anaknya. Sang
ibu menyayangi, mencintai dan merindukan anak dan ayah dari anak-anaknya. Sang
anak pun demikian: menyayangi, mencintai, dan merindukan ayah dan ibunya.
Dengan demikian di antara mereka terdapat kesatuan (unity) satu
terhadap yang lain. Ciri-ciri pola hubungan yang melekat pada keluarga yang
bahagia adalah (1) kesatuan dengan Sang Pencipta, (2) kesatuan dengan alam
semesta, (3) komitmen, (4) adanya feedback, (5) keluwesan, (6)
kesatuan fisik dan hubungan seks yang sehat, (7) kerjasama, (8) saling percaya,
dan lain-lain.
1. Kesatuan dengan Sang Pencipta
Setiap manusia dan unit kesatuan manusia semestinya memelihara keterikatan dengan Tuhan Sang Pencipta. Keterikatan ini sesungguhnya bersifat alamiah. Antara manusia dan Tuhan telah terjadi perjanjian primordial, yaitu manusia bertaqwa kepada tuhan yang maha esa. Para ahli psikologi menyederhanakannya dengan istilah religious instinct. Bila keterikatan alamiah ini dipelihara, maka manusia berada dalam posisi mempertahankan dan memelihara fondasi kepribadiannya. Dalam kehidupannya, ia memperoleh ketenangan, rasa cinta, dan kasih sayang.
Kesatuan dengan Sang Pencipta dalam masalah pernikahan ini disederhanakan dengan ungkapan pernikahan merupakan ibadah. Artinya, ketika dilangsungkan dan dijalankan roda kehidupan pernikahan (baca: dibentuk keluarga), maka yang dilakukan mereka berdasarkan kerangka kesatuan dengan Tuhan.
Dalam perjalanan hidup keluarga yang dijalaninya, mereka selalu berusaha untuk mendapatkan kebaikan dan kesejahteraan dari Tuhannya. Bila ada problem yang menimpa, mereka mengembalikannya kepada Sang Pencipta. Mereka sadar sepenuhnya bahwa Sang Pencipta memuliakan pernikahan dan sangat membenci perceraian.
Secara empiris, sebagaimana diungkapkan Hanna Djumhana Bastaman (2001) setelah menanyai berbagai pasangan yang menikah minimal 25 tahun, keluarga yang kuat selalu menyadari pentingnya agama (baca: kesatuan dengan Tuhan) sebagai sesuatu yang penting dalam menunjang kebahagiaan keluarga. Bagi keluarga yang bahagia, menjalani hidup dalam kesatuan dengan Sang Pencipta adalah ciri yang melekat pada mereka. Semakin tinggi kesatuan dengan Sang Pencipta semakin tinggi tingkat kebahagiaan hidup keluarga.
2. Kesatuan dengan alam semesta (terutama manusia)
Setiap manusia dan unit kesatuan manusia semestinya memiliki keterikatan dengan sesama manusia dan alam semesta. Kesatuan dengan alam semesta ini sesungguhnya merupakan perwujudan dari amanat yang diterima setiap manusia untuk menjadi pengganti Tuhan di bumi. Keluarga yang memiliki keselarasan dengan lingkungannya akan memperoleh ketenangan, kecintaan, dan kasih sayang dari lingkungannya. Semua itu akan memberikan sumbangan yang besar bagi ketenangan, cinta, dan kasih sayang dalam dada mereka. Tanpa kesatuan dengan sesama manusia dan lingkungan alam, keluarga sering berada dalam ancaman keresahan dan kekhawatiran.
Kesatuan dengan lingkungan diwujudkan dalam bentuk upaya menyelaraskan diri dengan lingkungan dan memberi sumbangan bagi lingkungan. Penyelarasan terhadap lingkungan terutama menyangkut adanya kenyataan bahwa lingkungan memiliki kekuatannya sendiri dan karenanya yang dapat kita lakukan adalah menyesuaikan diri dengannya. Berdasarkan pengamatan penulis, kesatuan dengan lingkungan yang terwujud dalam penyesuaian diri dengan lingkungan sering menjadi prasayarat bagi ketenangan hidup dalam keluarga. Sebuah riset menunjukkan bahwa orang-orang (termasuk keluarga) yang baru tinggal di negeri asing akan terhindar dari keterkejutan budaya bila memiliki seorang atau beberapa kawan yang berasal dari orang atau keluarga negeri tuan rumah (John W. Berry dkk, 1999). Keterputusan dengan alam semesta (baca: lingkungan sosial) akan menghadirkan ketidaktenangan, cinta, dan kasih sayang. Sebagai misal, bila kita sakit dan tak satupun tetangga atau sahabat yang mengunjungi kita, maka kita akan sakit keloro-loro (sakit yang sangat pedih).
Lebih dari sekadar menyesuaikan diri, manusia memiliki tugas menyumbang: memperbaiki dan mengubah lingkungannya. Lingkungan yang tidak kondusif bagi kehidupan makhluk Tuhan, keadaan sosial yang mencelakakan, lingkungan fisik yang penuh dengan persoalan, adalah medan bagi setiap manusia untuk berkiprah memperbaiki dan mengubahnya menjadi lebih baik. Bila tugas ini dilakukan dengan baik, maka manusia menunjukkan kesatuannya dengan lingkungannya. Manusia-manusia yang hidup di masa kini dan mendatang memiliki tantangan untuk menyumbang lingkungan dalam bentuk perilaku memperbaiki dan mengubah. Bila sumbangan itu dapat kita berikan, maka ketenangan akan kita peroleh. Bila kita acuh tak acuh, maka akan terasa tidak enaknya tidak menyatu dengan lingkungan.
3. Komitmen Berkeluarga
Individu-individu yang pertama kali membentuk keluarga
memiliki niat dan itikad untuk membentuk, mempertahankan dan memelihara
pernikahan. Komitmen utama adalah bagaimana keluarga bertahan. Di sini suami
dan istri memiliki niatan untuk mempertahankan keluarga dalam situasi apapun
dan juga berupaya mengoptimalkan fungsi keluarga untuk memenuhi tanggung jawab
vertikal maupun horisontal. Biar gelombang menerjang dan gunung berguguran,
komitmen mempertahankan pernikahan tetap dipegang teguh. Sebagaimana
diungkapkan Florence Isaacs (Hanna D. Bastaman, 2001), pernikahan yang awet
ditandai oleh niat dan itikad untuk mempertahankan pernikahan.
Komitmen yang lain adalah bagaimana keluarga mencapai posisi sebagai keluarga yang penuh kasih sayang,ketenangan, dan cinta kasih. Di sini ada keinginan, niat, dan itikad untuk meningkatkan mutu berkeluarga. Dengan komitmen itu mereka berusaha menghilangkan kebosanan satu terhadap yang lain, selalu meningkatkan rasa fresh satu bagi yang lain, dan seterusnya. Bila komitmen itu tidak dimiliki oleh orang-orang utama dalam keluarga, suami dan istri serta juga anak-anak, maka keluarga itu dapat ambruk atau memasuki medan penghancuran. Berbagai penelitian empiris menunjukkan bahwa keluarga yang pecah (broken home), yang ditandai oleh percekcokan dan perceraian orangtua, akan menghasilkan anak-anak yang pencemas, rendah diri, apatisme, dan sejenisnya (Yeti Fauzia, 2001).
Komitmen yang lain adalah bagaimana keluarga mencapai posisi sebagai keluarga yang penuh kasih sayang,ketenangan, dan cinta kasih. Di sini ada keinginan, niat, dan itikad untuk meningkatkan mutu berkeluarga. Dengan komitmen itu mereka berusaha menghilangkan kebosanan satu terhadap yang lain, selalu meningkatkan rasa fresh satu bagi yang lain, dan seterusnya. Bila komitmen itu tidak dimiliki oleh orang-orang utama dalam keluarga, suami dan istri serta juga anak-anak, maka keluarga itu dapat ambruk atau memasuki medan penghancuran. Berbagai penelitian empiris menunjukkan bahwa keluarga yang pecah (broken home), yang ditandai oleh percekcokan dan perceraian orangtua, akan menghasilkan anak-anak yang pencemas, rendah diri, apatisme, dan sejenisnya (Yeti Fauzia, 2001).
4. Umpan Balik (Feedback) dan Nasihat
Setiap manusia dapat tergelincir ke hal-hal yang merugikan dirinya sendiri dan orang lain, dan sebaliknya dapat pula berkembang secara optimal. Salah satu fungsi keluarga adalah melakukan sosialisasi primer. Melalui sosialisasi primer ini anggota keluarga dapat memahami apa yang patut dan tidak patut, baik dan tidak baik. Sosialisasi primer dilakukan dengan kebiasaan memberi umpan balik (feedback) dan saling menasehati (tausiyah). Nasihat dimaksudkan untuk menjaga orang-orang yang ada dalam keluarga dari kemungkinan mengambil pilihan yang merugikan dan menyesatkan diri maupun orang lain.
nasihat biasanya diawali oleh feedback (umpan balik). Umpan balik dan saling menasehati dalam keluarga ini berlangsung di antara seluruh anggota keluarga, yaitu bapak, ibu, anak, dan anggota keluarga yang lain. Berbagai bukti menunjukkan bahwa adanya saling menasehati atau memberikan umpan balik akan menjadikan keluarga kokoh. Salah satu adalah sebagaimana yang diungkapkan Hanna Djumhana Bastaman (2001) bahwa pernikahan (baca: keluarga) yang awet ditandai oleh adanya saling asah-asih-asuh, saling menunjang hasrat dan cita-cita pasangannya.
Yang patut diperhatikan adalah fungsi saling menasehati ini banyak yang tidak berlangsung. Salah satu kritik yang pernah dialamatkan pakar psikologi perkembangan Indonesia Kusdwiratri Setiono terhadap orang tua (baca: pengendali keluarga) adalah mereka sangat minim dalam menasehati anaknya dan terlalu percaya bahwa sekolahlah yang akan menjadikan anak mereka pintar dan santun. Anak-anak dari orang berhasil ternyata tidak memiliki kehidupan yang sukses, diduga keras karena tidak berjalannya proses komunikasi yang berisi umpan balik. Karenanya umpan balik dan saling menasehati tampaknya menjadi hal yang penting untuk menjaga keluarga agar tetap memiliki jalur yang benar.
Salah satu persoalan berkaitan dengan masalah ini adalah adab (tata krama) menasehati. Mungkinkah anak menasehati sang ayah? Mungkin salah satu kenyataan budaya kita menunjukkan bahwa ayah begitu perkasa dan berwibawa untuk diposisikan sebagai orang yang dinasehati. Sebenarnya, siapapun dapat berada dalam posisi yang benar dan sebaliknya bisa dalam posisi salah. Orang yang yakin dengan kebenaran berada dalam posisi amar ma’ruf nahi munkar, tidak peduli ayah, ibu, atau presiden sekalipun.
5. Keluwesan
Pada awal pembentukan keluarga umumnya orang memiliki harapan-harapan yang ideal. Ke manapun pergi selalu bersamamu, begitu mimpi setiap pasangan baru. Dalam kenyataannya harapan itu dan berbagai harapan lainnya, tidak mewujud. Dalam situasi seperti ini, orang merasakan keadaan yang diidealkan tidak tercapai.
Bertindaklah realistis, kata orang. Artinya, orang tetap luwes dengan idealita yang dipatoknya : menyesuaikan diri dengan kenyataan tanpa kehilangan harapan untuk mencapainya di suatu hari kelak.
Keluwesan yang lain adalah keluwesan terhadap pasangan. Setiap individu yang berkeluarga mengharapkan pasangannya bertindak dan bersikap baik seperti yang ada dalam kerangka pikirnya. Dalam kenyataannya, banyak sikap dan perilaku yang tidak menyenangkan dan menyesakkan dada. Dalam situasi seperti ini, toleransi terhadap hal-hal yang berbeda dari pasangan menjadi amat penting. Yang patut dicatat, dalam toleransi ada komitmen untuk menjadikan yang ada berubah menjadi lebih baik, tentu secara bertahap.
6. Kesatuan Fisik dan Hubungan Seks yang Sehat
Berbagai literatur mengungkapkan bahwa keluarga yang sehat mental ditandai oleh adanya hubungan seks yang sehat antara suami dan istri. Seks merupakan bentuk hubungan yang melibatkan kesatuan fisik dan psikologis dari suami istri. Adanya keberlangsungan hubungan seks yang semestinya akan menjaga kesatuan dalam keluarga, menjadikan anggota keluarga bahagia, dan puas. Berbagai temuan mutakhir menunjukkan bahwa terjaganya hubungan seks suami istri (seminggu 2-3 kali) menjadikan suami istri puas dalam pernikahan yang secara jangka panjang dapat memanjangkan umur. Sebaliknya, sebagaimana dapat dilihat dalam kenyataan sosial, kegagalan hubungan seks, terlalu jarangnya kontak seksual, dan juga terlalu berlebihannya hubungan seksual akan memiliki dampak kekisruhan dalam keluarga (semisal perselingkuhan, dan seterusnya) dan ketidakstabilan emosi. Sebuah kasus di Rumah Sakit Jiwa Magelang menunjukkan bahwa seks yang berlebihan menyebabkan seorang istri jadi pasien rumah sakit jiwa.
Tidak kurang dari itu, kesatuan fisik antara anggota keluarga sangat
berguna untuk memupuk adanya keluarga yang kokoh. Kehadiran secara fisik orang
yang kita cintai akan menjadikan cinta terpelihara. Pernyataan ini bukan
berarti anggota keluarga harus terus menerus bersama. Maksudnya, adanya perpisahan
yang bersifat sementara (misalnya karena kerja, studi, atau bepergian beberapa
hari) segera disusul oleh perjumpaan.
Berbagai kasus menunjukkan jarak yang jauh menyebabkan terjadinya berbagai macam perselingkuhan dan perceraian.
Berbagai kasus menunjukkan jarak yang jauh menyebabkan terjadinya berbagai macam perselingkuhan dan perceraian.
7. Kerjasama
Agar keluarga dapat berjalan secara optimal, semestinya mereka saling bekerjasama. Suami membantu istri dan anak. Istri membantu suami dan anak. Anak membantu bapak dan ibunya. Masalah kerjasama atau kekompakan ini akan berkembang bila mereka mengupayakan untuk melakukan berbagai kegiatan secara bersama-sama. Salah satu medan kerjasama atau kekompakan adalah dalam hal mendidik anak. Kultur masyarakat masa lalu dan juga masa kini sering menempatkan wanita sebagai pihak yang bertanggung jawab mendidik anak. Kesalahkaprahan ini sangat sering terjadi. Laki-laki pun banyak yang merasa tidak bersalah saat mereka bulat-bulat menyerahkan tanggung jawab mendidik anak kepada istri, atau malah kepada baby sitter, pembantu rumah tangga, atau kepada televisi. Bahkan, pembantu pun menyerahkan ke peminta-minta di jalanan (sebagaimana terjadi di Bandung beberapa waktu lalu).
Keadaan di atas tentu sangat tidak ideal. Yang semestinya diupayakan oleh setiap keluarga adalah bagaimana terdapat kerjasama dalam mendidik anak.
Satu hal amat penting untuk diperhatikan dalam masalah kerjasama adalah peran ganda pria (baca: suami). Kultur yang berkembang dalam masyarakat umumnya menempatkan laki-laki bekerja dalam sektor publik dan sangat minim bekerja dalam sektor domestik, terutama mendidik anak. Kerjasama dapat dioptimalkan bila laki-laki menyediakan diri untuk mengerjakan wilayah domestik. Apabila ini dilakukan, maka babak kerjasama suami dan istri mulai,menguat.
8. Saling Percaya
Pembentukan keluarga (baca: pernikahan) diawali oleh kesalingpercaya-an. Masing-masing pihak –suami dan istri-- percaya bahwa satu sama lain akan melakukan usaha agar jalinan kesatuan di antara mereka dapat mengantarkan mereka menjadi bahagia dan sejahtera. Bila kepercayaan ini dijaga, maka kehidupan berkeluarga dapat dipertahankan. Bila kepercayaan tidak dijaga, maka keluarga dapat pecah (broken home).
Salah satu ajaran agama yang dalam kehidupan kongkrit bersifat kontroversial adalah menikah lebih dengan seorang istri. Dalam keluarga yang demikian, satu istri bisa sangat cemburu dan bahkan sangat curiga manakala sang suami tampak lebih akrab dan lebih cinta terhadap istri yang lainnya. Kalau kecemburuan dan kecurigaan merajalela, maka yang bakal terjadi adalah rusaknya bangunan keluarga. Artinya, sebagaimana ditemukan dalam banyak kasus, poligami ternyata rentan terhadap upaya mempertahankan kesalingpercayaan suami istri.
Secara garis besar ciri-ciri keluarga
yang bahagia bukan hanya tentang uang, kekayaan, jabatan atau kesuksesan
lainnya yang kita raih, tetapi juga keluarga yang harmonis. Ciri keluarga
sehat, bahagia juga harmonis berikut bisa kita jadikan cermin untuk melihat
tanda-tandanya dalam keluarga kia nanti. Ciri-ciri keluarga yang harmonis
diantaranya adalah :
- Menikmati kehadiran yang lain. Antara suami dan
istri, orang tua dengan anak, dengan saudara dengan mertua dan dengan
anggota lain di dalam keluarga tidak
berarti mereka harus selalu bersama-sama, tetapi begitu bersama-sama mereka
menikmati kebersamaan itu dan menciptakan suasana kekeluargaan dan
kebahagiaan.
- Saling menghargai satu sama lain dan menemukan
hal-hal positif pada diri masing-masing anggota.
- Meski tidak selalu, mereka sering melakukan
rekreasi bersama-sama. Nonton konser, berlibur, dan berjalan-jalan ke
tempat yang sama tapi tetap merasakan arti kebahagiaan dalam
kesederhanaan.
- Saling terbuka dan percaya satu sama lain,
termasuk hal-hal yang sangat pribadi.
- Bila salah satu tertimpa kesusahan, ia selalu
bisa datang pada yang lain tanpa rasa sungkan dari semua antar anggota
keluarga.
- Sering menertawakan satu hal yang sederhana
bersama-sama, menyanyi lagu yang sama, dan menikmati acara yang sama untuk
menciptakan kebahagian melalui hal-hal yang kecil dan sederhana.
- Tidak pernah kehabisan acara atau ide untuk
melakukan hal bersama-sama.
Bila hal-hal umum yang mencirikan keluarga bahagia diatas telah kita miliki, tentu arti makna kehidupan pun sudah kita temukan. Mungkin selama ini banyak permasalah keluarga yang salah satu penyebabnya adalah tidak adanya waktu luang untuk keluarga. Kita tentu ingin tetap meraih kesuksesan dalam karir, kesehatan dan financial tanpa melupakan keluarga. Oleh sebab harus ada keseimbangan dari berbagai aspek-aspek kehidupan yang kita jalani untuk memperoleh kebahagian dalam hidup.
2.1.4
Faktor-Faktor Agar Tercapainya Keluarga Bahagia Dan Pedoman Mencapai Keluarga
Bahagia
Intidasar dasar berarti sebuah pondasi. membangun berarti mewujudkan
bahagia berarti senang. Unutuk membuat pondasi agar bangunan itu kuat
kita perlu usaha, agar dapat membangun sebuah keluarga bahagia dengan sempurna dan kokoh.menjadi keluarga yang penuh dengan ketenangan, kasih sayang dan
cinta kasih, adapun inti membangun sebuah keluarga bahagia tersebut antaralain:
- Dengan mewujudkan keharmonisan keluarga
antara suami-istri. Adapun upaya mewujudkan keharmonisasi
hubungan suami-istri dapat di capai melalui :
- Ada nya saling pengertian. Diantara
suami-istri hendaknya saling memahami dan mengerti tentang ke,adaan
masing-masing, baik secara fisik maupun mental, masing-masing memiliki
kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri.
- Saling menerima kenyataan. Suami-istri
hendaknya sadar bahwa jodoh, rezqi, dan kematian, itu dalm kekuasaan sang
maha pencipta alam, dan tdk dapat di rumuskan secara metametis. namun
sebagi manusia di perintakan melakukan ikhtiar dan berusaha. dan hasilnya
kita terima dengan ihklas.
- Saling menyusuaikan diri. Pennyusuian diri
dalam keluarga berarti setiap anggota keluarga dapat saling
mengisi.dan melengkapi kekurangan diri masing-masing serta menerima
dan mengakui kelebihan masing-masing. dan mengakui kelebihan oranglain
dalm lingkungannya.(menghargai)
- Memupuk rasa cinta. Untuk mencapai keluarga
bahaia hendaknya antara suami-istri senantiasa memupuk rasa kasih
sayang cinta kasih dan menyayangi, menghargai dan saling terbuka.
- Melaksanakan musYawarah. Dalam kehidupan berkeluarga,sikap
musyawarah terutama antara suami-istri merupakn yang sangat perlu di
terapkan. Dalam hal ini dituntut sikap terbuka,lapang dada, jujur,
maumenerima dan memberi serta sikap tidak mau menang sendiri dari pihak
suami maupun pihak istri.
- Suka memafkan. Diatara suami-istri harus ada
sikap saling memaafkan atas keselahan masing-masing. dalam haini penting
karena tdk jarang soal kecil dan spele dapat menjadi sebab terganggunya
suami-istri. yg tdk jarang dapt menjurus ke perselisihan yg berkepanjangan
Adapun
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keharmonisan Keluarga
Ada
banyak ahli yang mengemukakan tentang faktor-faktor yangmempengaruhi
keharmonisan keluarga. Di bawah ini akan dikemukakanbeberapa faktor yang
mempengaruhi keharmonisan keluarga menurut paraahli. Keluarga harmonis atau
sejahtera merupakan tujuan penting.Olehkarena itu untuk menciptakan perlu
diperhatikan faktor-faktor berikut:
1.
Perhatian. Yaitu menaruh hati pada seluruh anggota keluarga sebagai dasar utama
hubungan yang baik antar anggota keluarga. Baik pada perkembangan keluarga
dengan memperhatikan peristiwa dalam keluarga,dan mencari sebab akibat
permasalahan, juga terdapat perubahan pada setiap anggotanya.
2.
Pengetahuan. Perlunya menambah pengetahuan tanpa henti-hentinya untuk memperluas
wawasan sangat dibutuhkan dalam menjalani kehidupan keluarga. Sangat perlu
untuk mengetahui anggota keluaranya, yaitu setiap perubahan dalam keluarga, dan
perubahan dalam anggota keluarganya, agar kejadian yang kurang diinginkan kelak
dapat diantisipasi.
3.
Pengenalan terhadap semua anggota keluarga. Hal ini berarti pengenalan terhadap
diri sendiri dan pengenalan diri sendiri yang baik penting untuk memupuk
pengertian-pengertian.
4.
Bila pengenalan diri sendiri telah tercapai maka akan lebih mudah menyoroti
semua kejadian atau peristiwa yang terjadi dalam keluarga.Masalah akan lebih
mudah diatasi, karena banyaknya latar belakang lebihcepat terungkap dan
teratasi, pengertian yang berkembang akibatpengetahuan tadi akan mengurangi
kemelut dalam keluarga.
5.
Sikap menerima. Langkah lanjutan dari sikap pengertian adalah sikapmenerima,
yang berarti dengan segala kelemahan, kekurangan, dankelebihannya, ia
seharusnya tetap mendapatkan tempat dalam keluarga.Sikap ini akan menghasilkan
suasana positif dan berkembangnyakehangatan yang melandasi tumbuh suburnya
potensi dan minat darianggota keluarga.
6.
Peningkatan usaha. Setelah menerima keluarga apa adanya maka perlumeningkatkan
usaha. Yaitu dengan mengembangkan setiap dari aspekkeluarganya secara optimal,
hal ini disesuaikan dengan setiap kemampuamnmasing-masing, tujuannya yaitu agar
tercipta perubahan-perubahan danmenghilangkan keadaan bosan.
7.
Penyesuaian harus perlu mengikuti setiap perubahan baik dari
fisik orangtua maupun anak.
Dari
sumber lain, Keluarga harmonis atau keluarga bahagia adalah apabila dalam kehidupannya
telah memperlihatkan faktor-faktor berikut:
1.
Faktor kesejahteraan jiwa. Yaitu rendahnya frekwensi pertengkaran
danpercekcokan di rumah, saling mengasihi, saling membutuhkan,
salingtolong-menolong antar sesama keluarga, kepuasan dalam pekerjaan
danpelajaran masing-masing dan sebagainya yang merupakan
indikator-indikatordari adanya jiwa yang bahagia, sejahtera dan sehat.
2.
Faktor kesejahteraan fisik. Serinnya anggota keluarga yang sakit, banyakpengeluaran
untuk kedokter, untuk obat-obatan, dan rumah sakit tentu akanmengurangi dan
menghambat tercapainya kesejahteraan keluarga.
3.
Faktor perimbangan antara pengeluaran dan pendapatan keluarga.Kemampuan
keluarga dalam merencanakan hidupnya dapatmenyeimbangkan pemasukan dan pengeluaran dalam keluarga
Kunci
utama keharmonisan sebenarnya terletak pada kesepahaman hidup suami dan istri.
Karena kecilnya kesepahaman dan usaha untuk saling memahami ini akan membuat
keluarga menjadi rapuh. Makin banyak perbedaan antara kedua belah pihak maka
makin besar tuntutan pengorbanan dari kedua belah pihak.Jika salah satunya
tidak mau berkorban maka pihak satunya harus mau berkorban.Jika pengorbanan
tersebut telah melampaui batas atau kerelaannya maka keluarga tersebut akan
terancam.Maka fahamilah keadaan pasangan, baik kelebihan maupun kekurangannya
yang kecil hinga yang tebesar untuk mengerti sebagai landasan dalam menjalani
kehidupan berkeluarga. Rencana kehidupan yang dilakukan kedua belah pihak
merupakan faktor yang sangat berpengaruh karena dengan perencanaan ini keluarga
bisa mengantisiapsi hal yang akan datang dan terjadi saling membantu untuk misi
keluarga.
2.1.5
Gambaran Kepribadian Suami Istri yang
Hidup Bahagia dan yang Tidak Bahagia
Gambaran suami istri yang hidup bahagia dan yang
tidak bahagia dapat dicermati dari beberapa hal di bawah ini :
- Kepribadian isteri (wanita) yang hidup bahagia dalam ke¬luarganya akan nampak sebagai berikut :
1. Bertingkah laku baik terhadap orang lain.
2. Selalu mengharapkan orang lain bersikap baik terhadap dirinya.
3. Tidak mudah berbuat dosa dan menyimpang dari norma.
4. Tidak menyukai adanya persaingan dalam hubungan sosial.
5. Menyukai kerjasama.
6. Tidak suka memandang orang lain kurang berperanan.
7. Suka menghargai pendapat orang lain.
8. Suka mengikuti kegiatan yang berarti mendidik dan menggembirakan orang lain.
9. Mempunyai cara-cara yang baik dalam mengerjakan sesuatu.
10. Segala sesuatu dapat dikuasai dengan baik dan mendetail.
11. Mempunyai sifat berhati-hati dalam soal keuangan.
12. Hal-hal yang menyangkut agama, moral dan politik cenderung bersikap hati-hati dan konvensional.
13.Selalu menunjukkan sikap percaya pada diri sendiri dan optimis dalam kehidupannya
- Kepribadian isteri (wanita) yang hidup bahagia dalam ke¬luarganya akan nampak sebagai berikut :
1. Bertingkah laku baik terhadap orang lain.
2. Selalu mengharapkan orang lain bersikap baik terhadap dirinya.
3. Tidak mudah berbuat dosa dan menyimpang dari norma.
4. Tidak menyukai adanya persaingan dalam hubungan sosial.
5. Menyukai kerjasama.
6. Tidak suka memandang orang lain kurang berperanan.
7. Suka menghargai pendapat orang lain.
8. Suka mengikuti kegiatan yang berarti mendidik dan menggembirakan orang lain.
9. Mempunyai cara-cara yang baik dalam mengerjakan sesuatu.
10. Segala sesuatu dapat dikuasai dengan baik dan mendetail.
11. Mempunyai sifat berhati-hati dalam soal keuangan.
12. Hal-hal yang menyangkut agama, moral dan politik cenderung bersikap hati-hati dan konvensional.
13.Selalu menunjukkan sikap percaya pada diri sendiri dan optimis dalam kehidupannya
-
Sedang wanita yang tidak bahagia dalam
kehidupan berke¬luarganya adalah bersifat sebagai berikut :
l. Emosional
2. Menunjukkan pendirian yang tidak tetap.
3. Merasa rendah diri.
4. Suka berkompensasi dengan menunjukkan tingkah laku yang agresif.
5. Cenderung bersikap atau bertingkah laku yang menjengkelkan dan membosankan.
6. Diktator dan suka memerintah.
7. Selalu merasa cemas dalam kehidupan sosial.
8. Egoisme.
9. Kurang tertarik pada kegiatan yang sifatnya menolong kearah kesejahteraan.
10. Kurang sabar.
11. Kehidupan kurang teratur.
12. Dalam hal politik, agama dan etika sosial mereka bersikap radikal.
- Pria yang bahagia dalam keluarganya menunjukkan sifat dan sikap sebagai berikut :
1.Emosinya stabil
2.Menyukai kerjasanma
3.Bertingkah laku menuju ke arah keberhasilan dalam usahanya.
4.Bekerja baik dengan siapapun.
5.Bersikap baik terhadap wanita.
6.Suka menolong kepada orang-orang yang memerlukan.
7.Memiliki sifat terbuka terhadap orang lain.
8.Mempunyai banyak inisiatif.
9.Memiliki tanggung jawab.
10.Menaruh perhatian terhadap pekerjaan sehari-hari.
11.Suka hidup secara teratur.
12.Pandai mengatur keuangan dan suka menabung
13.Lebih cenderung bersikap konservatif.
- Sedang pria yang tidak bahagia dalam kehidupannya akan memiliki kepribadian sebagai berikut :
1.Banyak mengalami neurosis
2.Merasa rendah diri
3.Suka mereaksi pendapat umum.
4.Mengkompensasi kekurangannya dengan tindakan-tindakan yang sifatnya mendominasi orang lain.
5.Suka mengomentari atau menghebohkan masalah-masalah orang lain dan masalah wanita.
6.Menolak terhadap situasi di mana di situ dia harus memerankan peran yang rendah, dan selalu berbuat yang sifatnya menutupi kekurangan-kekurangannya.
7.Dalam bekerjanya kurang teratur dan bersifat serampangan
8.Pembroos dan tidak suka menabung.
9.Cenderung bersikap radikal dalam soal-soal seks, moral dan agama serta politik.
l. Emosional
2. Menunjukkan pendirian yang tidak tetap.
3. Merasa rendah diri.
4. Suka berkompensasi dengan menunjukkan tingkah laku yang agresif.
5. Cenderung bersikap atau bertingkah laku yang menjengkelkan dan membosankan.
6. Diktator dan suka memerintah.
7. Selalu merasa cemas dalam kehidupan sosial.
8. Egoisme.
9. Kurang tertarik pada kegiatan yang sifatnya menolong kearah kesejahteraan.
10. Kurang sabar.
11. Kehidupan kurang teratur.
12. Dalam hal politik, agama dan etika sosial mereka bersikap radikal.
- Pria yang bahagia dalam keluarganya menunjukkan sifat dan sikap sebagai berikut :
1.Emosinya stabil
2.Menyukai kerjasanma
3.Bertingkah laku menuju ke arah keberhasilan dalam usahanya.
4.Bekerja baik dengan siapapun.
5.Bersikap baik terhadap wanita.
6.Suka menolong kepada orang-orang yang memerlukan.
7.Memiliki sifat terbuka terhadap orang lain.
8.Mempunyai banyak inisiatif.
9.Memiliki tanggung jawab.
10.Menaruh perhatian terhadap pekerjaan sehari-hari.
11.Suka hidup secara teratur.
12.Pandai mengatur keuangan dan suka menabung
13.Lebih cenderung bersikap konservatif.
- Sedang pria yang tidak bahagia dalam kehidupannya akan memiliki kepribadian sebagai berikut :
1.Banyak mengalami neurosis
2.Merasa rendah diri
3.Suka mereaksi pendapat umum.
4.Mengkompensasi kekurangannya dengan tindakan-tindakan yang sifatnya mendominasi orang lain.
5.Suka mengomentari atau menghebohkan masalah-masalah orang lain dan masalah wanita.
6.Menolak terhadap situasi di mana di situ dia harus memerankan peran yang rendah, dan selalu berbuat yang sifatnya menutupi kekurangan-kekurangannya.
7.Dalam bekerjanya kurang teratur dan bersifat serampangan
8.Pembroos dan tidak suka menabung.
9.Cenderung bersikap radikal dalam soal-soal seks, moral dan agama serta politik.
2.1.6 Bagaimanakah
Pengertian Problem Keluarga
Sebelum
kita masuk kedalam macam-macam problem dalam keluarga kita harus tahu dulu
pengertian dari problem. Problem merupakan masalah yang membutuhkan pemikiran untuk
menemukan pemecahannya.
Untuk meraih keluarga yang tidaklah mudah, penuh terjal dan berliku termasuk terjadinya
konflik di dalam rumah tangga, jangan takut terjadi konflik karena itu bukanlah
bahaya yang mengancam rumah tangga. Selama konflik dikelola dengan baik justru
akan mendatangkan ketenteraman dan kebahagiaan di tengah keluarga, sebab
konflik merupakan bagian dari proses belajar dan proses saling mendewasakan.
Berteriak keras
untuk mempertahankan sudut pandang adalah hal yang paling sering dilakukan
pasangan suami istri ketika terjadi konflik, ini menyebabkan kondisi semakin
sulit dan hubungan semakin kacau. Anda haruslah menentukan tujuan yang jelas
dari konflik yang sedang dihadapi, apakah anda ingin keluar menjadi pemenang?
Atau berusaha membuktikan diri anda benar dan pasangan anda salah? Sungguh bila
berpikir seperti itu maka anda akan membayar mahal dikemudian hari. Justru
sepatutnya anda bisa menjaga harga diri pasangan disaat-saat kritis seperti
itu, walaupun pasangan anda salah. Sebab menjatuhkan harga diri, hanya akan
menyulut kebencian pasangan yang tidak akan pernah bisa dilupakannya dan akan
dibalas penghinaan itu. Apakah anda mengira dengan memenangkan konflik anda
akan bisa memaksa pikiran anda kepada pasangan? Hal itu tidak mungkin terjadi.
Justru malah membuang waktu dan usaha, maka yang harus anda lakukan adalah
menghormati sudut pandang pasangan anda meskipun anda tidak setuju.
Itulah
sebabnya, jangan takut terjadi konflik karena itu bukanlah bahaya yang
mengancam rumah tangga. Bukankah setiap masalah selalu memiliki jalan keluar?
Selagi kedua pasangan berusaha saling memahami dalam suasana penuh kasih sayang
maka konflik membuat keluarga semakin sehat, indah dan membahagiakan.
2.1.7 Klasifikasi Problem Keluarga
11 Klasifikasi faktor problem individu menurut
Ross L Mooney :
- Kesehatan
dan perkembangan jasmani.
- Keuangan,
kondisi hidup dan pekerjaan.
- Sosial
dan kegiatan rekreasi.
- Hubungan
sosial psikologis.
- Hubungan
personal psikologis.
- Pergaulan, seks dan perkawinan.
- Rumah
dan keluarga.
- Moral
dan agama.
- Penyesuaian
terhadap pekerjaan dan pendidikan.
- Masa
depan pekerjaan dan pendidikan
- Kurikulum dan prosedur pengajaran.
Selain itu juga dari sumber lain klasifikasi problem
keluarga dapat diklasifikasikan sebagai
berikut :
- Problem seks :
·
Kurang puas terhadap pelayanan dari
pasangan
·
Onani atau masturbasi yang di lakukan
anak-anak dlam keluarga
·
Hubungan seks tidak dapat dikendalikan
mengakibatkan pertambahan anggota keluarga
-
Problem kesehatan :
·
Jika anggota keluarga sering sakit maka
pengeluaran untuk dokter, obat-obatan dan rumah sakit akan bertambah. Apalagi
jika salah satu anggota keluarga terjangkit penyakit menular.
- Problem
ekonomi :
·
Keadaan ekonomi keluarga yang lemah
berpengaruh pada sandang, pangan, papan yang baik
·
Penghasilan istri yang lebih besar
·
Gaya hidup yang berbeda
- Problem pendidikan :
·
Pendidikan yang tidak seimbang antara
suami dan istri
·
Berpengaruh pula segala keputusan yang
akan diambil dalam keluarga
·
Pasangan yang sama-sama memiliki
pendidikan yang rendah
- Problem
pekerjaan :
·
Orang tua sibuk dengan
pekerjaan-pekerjaan nya
·
Tidak punya pekerjaan atau baru di PHK
- Problem
hubungan inter dan antar keluarga :
·
Idealnya hubungan inter keluarga akrab,
harmonis adanya kerja sama antar anggota keluarga
·
Anak yang takut kepada orang tua
·
Orang tua sering cekcok
·
Kakak adik tidak cocok
·
Orang tua tidak adil
·
Tidak cocok antara mertua dan menantu
·
Masalah dengan para tetangga
- Problem
agama :
·
Perbedaan agama antara suami dan isteri
·
Jauh dari agama hanya mementingkan
materi dan duniawi semata maka tinggal menunggu kehancuran keluarga tersebut
saja
Kok nggak ada daftar pustakanya, sista?
BalasHapustuliasannya bagus, tetapi lebih bagus lagi disertai dengan buku sumber.
BalasHapusterima kasih
Nobitaslot Situs Agen Slot, Daftar Slot Gacor Online Terpercaya di Indonesia
BalasHapusNobita Slot adalah Agen Slot Terpercaya di Indonesia, Daftar Situs Slot Gacor Online Terlengkap dan Terpopuler Hanya di Nobitaslot.
nobitaslot
nobita slot
daftar slot
daftar slot online
daftar slot terpercaya
daftar situs slot
daftar agen slot
daftar slot gacor
situs slot
situs slot online
situs slot gacor
situs agen slot
situs slot terpercaya
agen slot
agen slot online
agen slot terpercaya
agen gacor online
agen slot online
agen slot gacor
gacor online
gacor slot
gacor slot terpercaya
slot
slot online
slot terpercaya
slot online terpercaya
slot gacor\