Token
Economy
1.
Pengertian Token Economy
Token
ekonomy adalah sistem perlakuan kepada tiap individu untuk mendapatkan
bukti target perilaku setelah mengumpulkan sejumlah prilaku tertentu sehingga
mencapai kondisi yang diharapkan. Contoh seperti pada lembar bukti prestasi.
Siswa mendapatkan bukti dalam bentuk rewads atau hadiah dari pekerjaan yang
dapat ditunjukannya. (Jason, 2009 ; 35).
Token
Economy merupakakan sistem perlakuan pemberian penghargaan kepada
siswa yang diwujudkan secara visual. Token Economy adalah usaha mengembangkan
prilaku sesuai dengan tujuan yang diharapkan melalui penggunaan penghargaan.
Setiap individu mendapat penghargaan setelah menunjukan prilaku yang
diharapkan. Hadiah dikumpul selanjutnya setelah hadiah terkumpul ditukar dengan
penghargaan yang bermakna. (Joson, 2009 ; 66).
Menurut
Wallin (1991), Token Economy yang diberikan kepada siswa merupakan
dukungan sekunder untuk memperkuat suasana belajar supaya lebih kondusif. Oleh
karena itu, penghargaan harus menjadi rangsangan yang netral atau tidak
berpihak. Siswa berkompetisi untuk memperolehnya dengan cara mengumpulkan token
sebanyak-banyaknya dalam proses kegiatan belajar mengajar.
Dari
pengertian diatas dapat diketahui bahwa Token economy adalah sistem
perlakuan kepada tiap individu untuk mendapatkan bukti target perilaku setelah
mengumpulkan sejumlah prilaku tertentu sehingga mencapai kondisi yang diharapkan,
dengan cara subyek mendapat penghargaan setelah menunjukan prilaku yang
diharapkan. Hadiah dikumpul selanjutnya setelah hadiah terkumpul ditukar dengan
penghargaan yang bermakna.
2.
Tujuan Token Economy
Bukti
Token Economy dapat digunakan untuk memenuhi berbagai tujuan pendidikan
dalam membangun perilaku siswa. Penggunaan sistem time token ekonomi memiliki tujuan
:
a.
Meningkatnya kepuasan dalam mendorong
peningkatan kompetensi siswa melalui penghargaan yang kongkrit atau visual
sehingga tingkat kesenangan siswa melakukan sesuatu prestasi benar-benar
tampak.
b.
Meningkatnya efektivitas waktu dalam
pelaksanaan pembelajaran. Belajar yang efektif adalah yang menggunakan waktu
yang pendek dengan hasil yang terbaik dan terbanyak. Siswa harus menyadari
berapa lama mereka telah belajar dan berapa banyak waktu yang telah mereka
gunakan secara efektif untuk melaksanakan aktivitas belajar.
c.
Berkurangnya kebosanan – Suasana belajar
yang kolaboratif, rivalitas, kompetitif yang diberi penguatan oleh pendidik
dapat meningkatkan menurunkan tingkat di kebosanan siswa sehingga siswa dapat berpartisipasi
dalam jangka waktu yang yang lama.
d.
Meningkatnya daya respon – Suasana
belajar yang kompetitif akan meningkatkan kecepatan siswa meberikan respon.
Setiap respon yang sesuai dengan tujuan akan segera mendapat penguatan sehingga
suasana belajar menjadi cair, komunikatif dan lebih menyengkan.
e.
Berkembangnya penguatan yang lebih
alami, – melalui pemberian penguatan yang tepat waktu akan dan disesuaikan
dengan tingkat prestasi setiap siswa atau setiap kelompok siswa memungkinkan
f.
Meningkatnya penguatan untuk sehingga
motivasi belajar berkembang – setiap siswa atau setiap kelompok siswa dalam
kelas selalu dalam keadaan terpacu untuk mewujudkan dan daya pacu ini akan
semakin berkembang jika siswa juga mendapat layanan untuk mengabadikan daya
kompetisinya seperti dengan dukungan rekaman video.
3.
Komponen Token Economy
Sebelum
kegiatan belajar dilaksanakan pendidik menyiapkan beberapa komponen yang
dibutuhkan, di antaranya:
a.
Token atau simbol praktis dan atraktif
untuk memicu tumbuhnya motivasi belajar. Yang dapat digunakan sebagai simbol penghargaan
seperti stiker, guntingan kertas, simbol bintang, atau uang mainan. Token
sendiri tidak selalu dalam bentuk yang berharga, namun setelah siswa
mengoleksinya setelah menunjukan prilaku yang diharapkan mereka dapat
menukarkan token itu dengan sesuatu yang berharga. Dengan demikian setelah satu
rentang waktu tertentu guru harus menyediakan barang penukar token yang
berharga untuk siswa. Yang paling mudah seperti permen, alat tulis atau benda
berharga lain yang dapat sekolah biayai.
b.
Definisi target prilaku jelas. Hal itu
berarti guru maupun siswa perlu memahami dengan baik prilaku yang diharapkan.
Siswa memahami benar prilaku seperti apa yang harus ditunjukannya sebagai hasil
belajar. Penjelasan harus singkat namun cukup sebagai dasar pemahaman siswa mengenai
hadiah yang dapat diperlehnya setelah menunjukan prestasi.
c.
Dukungan penguatan (reinforcers) dengan
barang yang berharga. Dukungan itu dapat dalam bentuk barang berharga, hak
istimewa, atau aktivitas individu yang dapat ditukar dengan makanan, perangkat permainan,
waktu ekstra.
d.
Sistem penukaran token atau simbol.
Sukses penyelenggaraan token ekonomi sangat bergantung pada sukses dalam
memberikan penguatan yang dapat ditukarkan dengan nilai yang sebanding dengan
prestasi yang dicapai.
e.
Sistem dokumentasi atau perekaman data.
Pemberian penghargaan yangtepat sangat bergantung pada ketepatan menghimpun
data. Oleh karena itu alat perekam dapat membantu meningkatkan proses ini
sehingga informasi dari proses pembelajaran dapat dikelola dengan tingkat
akurasi yang tinggi.
f.
Konsistensi dalam implementasi, untuk
menjunjung konsistensi itu sebaiknya terdapat panduan teknis yang tertulis
sebagai pegangan pelaksanaan tugas sehingga apa yang direncanakan itulah yang dilaksanakan.
4.
Langkah-langakah pelaksanaan Token Economy
Mengacu
pada pemikiran Robinson T.J. Newby dan S.L. Ganzell, (1981) merumusakan bahwa
langkah utama dalam pelaksanaan sistem token ekonomi dapat dikembangkan sebagai
berikut :
a.
Menentukan target prilaku atau
kompetensi yang dapat siswa tunjukan. Guru memilih masalah penting sebagai
target. Definisikan dengan jelas, harus dalam bentuk penyataan positif, dan
harus dalam prilaku hasil belajar yang dikembangkan dalam bimbingan
pembelajaran dalam kelas.
b.
Menentukan motode bagaimana
langkah-langkah untuk memperoleh penghargaan dan nilai dari setiap penghargaan.
Barkley (1990) memberi contoh untuk anak-anak umur 4-7 thaun menggunakan
guntingan kartu berbentuk bintang, model perangko atau stiker. Setiap perangkat
penghargaan diletakan siswa di atas meja belajarnya dalam kelas.
c.
Identifikasi nilai atraktif penghargaan.
Mengembangkan penghargaan sebagai sesuatu yang berarti, praktis dan atraktif
sehingga dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal penting yang dapat meningkatkan
makna adalah keterlibatan siswa dalam proses memilih dan menyusun jenis dan
nilai penghargaan. Dalam hal ini siswa dapat memperoleh kebebasan menentukan
waktu
d.
Menentukan Tujuan, jumlah token yang
dapat diperoleh serta nilai yang diperoleh untuk setiap penghargaan yang
diperoleh.
Implementasi kegiatan ini
memerlukan langkah lanjut :
a.
Penjelasan Program Kepada Siswa.
Penjelasan mengenai program harus jelas. Siswa harus memahami aturan main
sebelum belajar dimualai agar mereka dapat memanfaatkan waktu belajar secara
optimal. Sejumlah penghargaan kepada siswa diberikan di antaranya karena
ketepatan dan kecepatan menunjukan prilaku positif yang diharapkan.
b.
Guru memberikan masukan. Guru harus
menentukan kapan hadiah akan didistribusikan, dengan ketentuan seperti apa, dan
bagaimana siswa dapat memperoleh penghargaan, tata tertib seperti bagaimana?
Pemberian penghargaan dapat guru lakukan tidak hanya sebatas dalam kurun waktu satu
dua jam pelajaran, namun dapat pula menggunakan waktu berharihari, berminggu-minggu
atau dalam satu semester sepanjang guru dapat memelihara kondisi tingkat
revalitas, persaingan dan daya kolaborasi dapat terus dikobarkan sehingga
berdampak positif terhadap hasil belajar siswa.
c.
Guru pengatur penghargaan. Guru
memberikan penghargaan dengan memperhatikan tercapainya tujuan pembelajaran.
Kejuaraan diperoleh dari pengumpul hadiah terbanyak. Hal itu berarti menjadi
siswa yang berlajar paling efektif sehingga mencapai prilaku yang diharapkan.
Jika siswa berhasil dalam satu hari dan ia tidak mendapatkan di waktu lain
adalah sesuatu yang baiasa.
2.1 Definisi
Konseling Realita
Terapi
realitas adalah suatu sistem yang difokuskan kepada tingkah laku sekarang. Terapis
berfungsi sebagai guru dan model serta mengkonfrontasikan klien dengan
cara-cara yang bisa membantu menghadapi kenyataan dan memenuhi
kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun orang lain.
Inti terapi realitas adalah penerimaan tanggung jawab pribadi, yang
dipersamakan dengan kesehatan mental. Terapi realitas yang menguraikan
prinsip-prinsip dan prosedur-prosedur yang dirancang untuk membantu orang-orang
dalam mencapai sua tu “identitas keberhasilan” dapat diterapkan pada psikoterapi,
konseling, pengajaran, kerja kelompok, konseling perkawinan, pengelolaan
lembaga dan perkembangan masyarakat. Terapi realitas meraih popularitas di
kalangan konselor sekolah, para guru dan pimpinan sekolah dasar dan menengah,
dan para pekerja rehabilitasi.
Sedangkan menurut Paul D. Meier, dkk., terapi realitas yang diperkenalkan oleh
William Glasser memusatkan perhatiannya terhadap kelakuan yang bertanggung
jawab, dengan memperhatikan tiga hal (3-R): realitas (reality),
melakukan hal yang baik (do right), dan tanggungjawab (responsiblility).
Individu harus berani menghadapi realitas dan bersedia untuk tidak
mengulangi masa lalu. Hal penting yang harus dihadapi seseorang adalah mencoba
menggantikan dan melakukan intensi untuk masa depan. Seorang terapis bertugas
menolong individu membuat rencana yang spesifik bagi perilaku mereka dan
membuat sebuah komitmen untuk menjalankan rencana-rencana yang telah dibuatnya.
Dalam hal ini identitas diri merupakan satu hal penting kebutuhan sosial manusia
yang harus dikembangkan melalui interaksi dengan sesamanya, maupun dengan
dirinya sendiri. Perubahan identitas biasanya diikuti dengan perubahan perilaku
di mana individu harus bersedia merubah apa yang dilakukannya dan mengenakan
perilaku yang baru. Dalam hal ini terapi realitas dipusatkan pada upaya
menolong individu agar dapat memahami dan menerima keterbatasan dan kemampuan
dalam dirinya.
2.2
Perspektif Historis
Konseling realita (reality counseling atau reality therapy) dikembangkan oleh
William Glasser pada tahun 1960-an sebagai reaksi penolakan terhadap
konsep-konsep dalam konseling psikoanalisa. Glasser memandang Psikoanalisa
sebagai suatu model perlakuan yang kurang memuaskan, kurang efektif,dan oleh
karena itu ia termotivasi untuk memodifikasi konsep-konsep psikoanalisa dan
mengembangkan pemikirannya sendiri berdasarkan pengalaman hidup dan pengalaman
klinisnya.
Glasser
lahir pada tahun 1925 di Ohio, USA. Pada awal karirnya Glasser adalah seorang
insyinyur kimia yang kemudian beralih ke bidang medis dan meraih gelar dokter
pada tahun 1953 dari Case Westem Reserve University. Setelah itu Glasser
berlatih dibidang psikiarti di Veterans Administrasion Center dan di
University of California. Konseling realita dikembangkan oleh Glasser atas
dasar pengalamanya selama peraktek klinisnya antara 1956-1967. Pengalaman
kehidupannya pada masa kanak-kanak yang keras dan cenderung tidak menyenagkan
juga mempengaruhi pandangan teoritiknya,khususnya tentang penekanan pada
pentingnya tanggung jawab pribadi, tidak merugikan orang lain, dan hubungan
perkawinan. Seperti dikemukakan oleh Glasser sendiri (1998), ayah dan ibunya
menerapkan pendidikan yang keras dan otoriter terhadap dirinya dan oleh
karenanya ia tidak rukun dengan mereka.
Buku pertama yang yang ditulis oleh Glasser, Mental Healt or Mental Illnes?
Menjadi grandwork bagi perkembangan teori konseling realita. Buku keduanya,
Really Therapy (1965) menegaskan prinsip-prinsip dasar dalam Konseling realita,
yakni tentang pentingnya hubungan dan tanggung jawab guna mencapai tujuan dan
kebahagiaan hidup. Ia memiliki keyakinan bahwa konselor yang hangat dan penuh
penerimaan merupakan aspek esensial bagi keberhasilan perlakuan, dan
hubungan yang akrab dan positif adalah esensial bagi perkembangan pribadi yang
sehat. Tilisan-tulisan dalam materi kuliahnya tidak hanya menekankan pada
konseling realita sebagai metode perlakuan, tetapi menerapkan pada lingkungan
sekolah dan lingkungan bisnis. Robert E. Wubbolding adalah salah satu pengikut
Glesser yang memberikan kontribusi sangat penting bagi perkembangnan konseling
realita.
2.3 Pandangan Teori Realita Mengenai Konsepsi Tentang Manusia
2.3.1 Pandangan Tentang Sifat Dasar Manusia
Seperti halnya teori–teori psikodinamik konseling realita memandang bahwa
kesulitan atau problema perilaku manusia berakar pada pengalaman pada masa
kanak-kanak. Untuk dapat berkembang dengan sehat anak perlu berada
ditengah-tengah orang dewasa yang dapat memberinya kasih sayng secara penuh.
Kasih sayang yang memungkinkan anak untuk memeperoleh kebebasan kemampuan, dan
kesenangan dalam cara-cara yang bertanggung jawab. Oleh karena itu, sejak
tahun-tahun awal dalam kehidupannya, anak seharusnya memperoleh dukungan untuk
membentuk sikap dan keyakinan bahwa ia mampu untuk mengenali dan memenuhi
kebutuhannya dengan cara-cara yang positif.
Konseling ralita memandang manusia pada dasarnya dapat mengarahkan dirinya
sendiri (self-determining). Glasser juga memiliki keyakinan bahwa individu
memiliki kemampuan untuk menangani kesulitan-kesulitannya. Seperti dikatakan
Glasser “we are ralely the victims of what happened to us in the past”. Manusia
yang tidak mau belajaruntuk memenuhi kebutuhan mereka pada tahun-tahun awal
kehidupan cenderung berpotensi mengalami kesulitan dikemudian hari. Pandangan
optimistik Glasser tersebut menegaskan bahwa manusia dapat mengubah perasaan,
tindakan dan nasib kehidupannya sendiri. Namun, itu dapat dilakukan hanya jika
manusia telah menerima tanggung jawab dan bersedia mengubah identitasnya.
Glasser dan Wubbolding memiliki keyakinan bahwa semua manusia ketika
dilahirkan membawa lima kebutuhan dasar atau genetik yang membuat mereka dapat
mengembangkan kualitas kepribadian yang berbeda, sebagai berikut:
§ , yakni
kebutuhan untuk mencintai dan dicintai, dan kebutuhan untuk berinteraksi atau
berhubungan dengan orang lain.
§ Kebutuhan
untuk merasa mampu atau berprestasi, yakni kebutuhan untuk merasa berhasil dan
kompeten, berharga, dan dapat mengendalikan atau mengkontrol kehidupan sendiri.
§ Kebutuhan
untuk mendapatkan kesenangan, yakni kebutuhan untuk bisa menikmati kebutuhan
hidup, untuk bisa tertawa dan bermain.
§ Kebutuhan
untuk memperoleh kebebasan atau kemandirian, yaitu kebutuhan untuk mampu
membuat pilihan, untuk bisa hidup tanpa batas-batas yang berlebihan atau tidak
perlu.
§ Kebutuhan
untuk hidup, yakni termasuk didalamnya memperoleh kesehatan, makanan, udara,
perlindungan, rasa aman dan kenyamanan fisik.
Kebutuhan-kebutuhan
tersebut dapat saling tumpang tindih satu sama lain. Oleh karena itu, memenuhi
suatu kebutuhan mungkin dapat memicu atau mempercepat kebutuhan yang lain.
Bagaimanapun antara kebutuhan-kebutuhan tersebut mungkin saja terjadi konflik.
Contohnya, orang yang bekerja keras untuk mencapai prestasi atau keberhasilan
dalam mencapai kemandirian dan kekuasaan, mungkin mengalami kesulitan dalam
membentuk hubungan yang menyenangkan dengan orang lain.
2.3.2 Perilaku Bermasalah
Reality
therapy pada dasarnya tidak mengatakan bahwa perilaku individu itu sebagai
perilaku yang abnormal. Konsep perilaku menurut konseling realitas lebih
dihubungkan dengan berperilaku yang tepat atau berperilaku yang tidak tepat.
Menurut Glasser, bentuk dari perilaku yang tidak tepat tersebut disebabkan
karena ketidak mampuannya dalam memuaskan kebutuhannya, akibatnya kehilangan
”sentuhan” dengan realitas objektif, dia tidak dapat melihat sesuatu sesuai
dengan realitasnya, tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan realitasnya,
tidak dapat melakukan atas dasar kebenaran, tangguang jawab dan realitas.
Meskipun
konseling realitas tidak menghubungkan perilaku manusia dengan gejala
abnormalitas, perilaku bermasalah dapat disepadankan dengan istilah ”identitas
kegagalan”. Identitas kegagalan ditandai dengan keterasingan, penolakan diri
dan irrasionalitas, perilakunya kaku, tidak objektif, lemah, tidak bertanggung
jawab, kurang percaya diri dan menolak kenyataan.
Menurut
Glasser (1965, hlm.9), basis dari terapi realitas adalah membantu para klien
dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya, yang mencangkup
“kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kkebutuhan untuk merasakan bahwa
kita berguna baik bagi diri kita sendiri maupun bagi oaring lain”.
Pandangan
tentang sifat manusia mencakup pernyataan bahwa suatu “kekuatan pertumbuhan”
mendorong kita untuk berusaha mencapai suatu identitas keberhasilan.
Penderitaan pribadi bisa diubah hanya dengan perubahan identitas. Pandangan
terapi realitas menyatakan bahwa, karena individu-individu bisa mengubaha cara
hidup, perasaan, dan tingkah lakunya, maka merekapun bisa mengubah
identitasnya. Perubahan identitas tergantung pada perubahan tingkah laku.
Maka
jelaslah bahwa terapi realitas yidak berpijak pada filsafat deterministik
tentang manusia, tetapi dibangun diatas asumsi bahwa manusia adalah agen yang
menentukan dirinya sendiri. Perinsip ini menyiratkan bahwa masing-masing orang
memilkiki tanggung jawab untuk menerima konsekuensi-konsekuensi dari tingkah
lakunya sendiri. Tampaknya, orang menjadi apa yang ditetapkannya.
2.3.3 Realita
Konseling Realita memandang individu dalam arti perilaku yang
dapat diamati tetapi bukan dalam arti paradigma stimulus respon seperti halnya
pandangan para konselor perilaku pada umumnya, dan bukan pula dalam arti
fenomenologis seperti pandangan konselor humanistik. Konseling realita melihat perilaku melalui standart obyektif yang disebut
realita (realiti). Realita ini dapat bersifat praktis (realitas
praktis), realita sosial (realitas sosial), dan realita moral (realitas moral).
Jadi, para konselor konseling realita memandang
individu dalam arti apakah perilakunya sesuai atau tidak sesuai dengan reaita
praktis, realita sosial, dan realita moral. Lengkapnya, Glasser
mendasarkan sistem teorinya pada apa yang ia sebut dengan “3R”. 3R tersebut
merupakan akronim dari reality (realita), responsibility (tanggung jawab),
right and wrong (benar salah). Namun demikian, Glasser sebenarnya masih
menambahkan 2R yang lain, yakni: relatedness (hubungan sosial) dan respect
(penghargaan).
2.4 Pokok-pokok Teori Konseling Realita
- Pendapat tradisional yang
beranggapan bahwa seseorang berperilaku tidak bertanggungjawab disebabkan
oleh gangguan mental ditolak oleh Glasser. Justru ia
berpendapat bahwa orang mengalami gangguan
mental karena ia berperilaku tidak bertanggungjawab. Terapi
realitas menekankan pada masalah moral antara benar dan salah yang harus
diperhadapkan kepada konseli sebagai kenyataan atau realitas. Terapi
realitas menekankan pertimbangan menyangkut nilai-nilai. Ia menekankan
bahwa perubahan mustahil terjadi tanpa melihat pada tingkah laku dan
membuat beberapa ketentuan mengenai sifat-sifat konstruktif dan
destruktifnya.
- Pengalaman masa lalu diabaikan karena
terapi realitas mengarahkan pandangan penilaiannya pada bagaimana perilaku
saat ini dapat memenuhi kebutuhan konseli. Dengan kata lain terapi
realitas berfokus pada tingkah laku sekarang.
Meskipun tidak menganggap perasaan dan sikap tidak penting, tetapi terapi
realitas menekankan kesadaran atas tingkah laku sekarang. Terapi realitas
adalah proses pengajaran (teaching process) dan bukan proses
penyembuhan (healing process). Itu sebabnya terapi realitas sering
menggunakan pula pendekatan kognitif dengan maksud agar konseli dapat
menyesuaikan diri terhadap realitas yang dihadapinya.
- Faktor alam bawah sadar
sebagaimana ditekankan pada psiko-analisis Freud tidak diperhatikan karena
Glasser lebih mementingkan “apa” daripada “mengapa”-nya.
- Terapi realitas menolong
individu untuk memahami, mendefinisikan, dan mengklarifikasi tujuan
hidupnya.
- Terapi realitas menolak
alasan tertentu atas perbuatan yang dilakukan. Misalnya, orang yang
mencuri tidak boleh beralasan bahwa ia terpaksa atau kepepet, dsb.
2.5 Tujuan Koseling Realita
Tujuan konseling realita adalah membantu
konseli agar memiliki kontrol yang lebih besar terhadap kehidupanya sendiri dan
mampu membuat pilihan yang lebih baik. Pilihan yang lebih baik tersebut
merupakan suatu pilihan yang bijaksana yang dipersepsi sebagai pilihan yang
memenuhi kriteria berikut:
§ Dapat membantu
memenuhi kebutuhan dasar
§ Bertanggung jawab
§ Realistik
§ Memungkinkan untuk
dapat menjalin hubungan yang saling memuaskan dengan orang lain
§ Memungkinkan untuk
mengembangkan identitas berhasil
§ Memungkinkan untuk
memiliki ketrampilan yang konsisten untuk membentuk tindakan yang sehat yang
meningkatkan prilaku totalnya
Untuk mencapai tujuan-tujuan ini, karakteristik konselor realitas adalah
sebagai berikut:
§ konselor
harus mengutamakan keseluruhan individual yang bertanggung jawab, yang
dapat memenuhi kebutuhannya.
§ Konselor
harus kuat, yakin, tidak pernah ”bijaksana”, dia harus mampu menahan tekanan
dari permintaan klien untuk simpati atau membenarkan perilakunya, tidak pernah
menerima alasan-alasan dari perilaku irrasional klien.
§ konselor
harus hangat, sensitif terhadap kemampuan untuk memahami perilaku orang lain
§ konselor
harus dapat bertukar fikiran dengan klien tentang perjuangannya dapat melihat
bahwa seluruh individu dapat melakukan secara bertangung jawab termasuk pada
saat-saat yang sulit.
PERAN
KONSELOR :
§ Konselor terlibat dengan klien membawa klien menghadapi realita
§ Tidak membuat pertimbangan nilai dan keputusan bagiklien
§ Mengajarkan
konseli membuat rencana & ketrampilan
§ Bertindak
tegas
§ Pembimbing
§ Moralis
§ Memberi
hadiah
§ Mengajar
klien
FUNGSI KONSELOR :
§ Terlibat
dengan klien dan kemudian membawa lien menghadapi realita
§ Sebagai
pembimbing untuk membantu akan menafsirkan tingkah laku mereka secara ralistis
§ Keterlibatan
(Involument)
§ Sebagai
contoh perilaku yang baik
2.6 Teknik dan Proses Konseling Realita
Konseling
Realita menggunakan banyak teknik untuk mencapai tujuan-tujuan konseling,
khususnya teknik-teknik dari perspektif konseling perilaku seperti yang telah
dikemukakan. Teori konseling realita memiliki beberapa teknik tersendiri yaitu:
·
Metapor
Konselor
menggunakan taknik ini seperti senyuman, imej, analogi, dan anekdot untuk
memberi konseli suatu pesan penting dalam ccara yang efekitif. Konselor juga
mendengarkan dan menggunakan metapor yang ditampilkan diri konseli
·
Hubungan
Menggunakan
hubungan sebagai bagian yang asensial dalam proses terapoutik. Hubungan ini
harus memperlihatkan upaya menuju perubahan, menyenagkan, positif, tidak
menilai, dan mendorong kesadaran konseli.
·
Pertanyaan
Konselor
menekankan evaluasi dalam perilaku total, asesmen harus berasal dari konseli
sendiri. Konselor tidak mengatakan apa yang harus dilakukan koseli, tetapi
menggunakan pertanyaan yang terstruktur dengan baik untuk membantu konseli
menilai hidupnya dan kemudian merumuskan perilaku-perilaku yang perlu dan tidak
perlu di ubah.
·
WDEP &
SAMI2C3
Merupakan
akronim dari wants (keinginan), direction (arahan), evaluasi
(penilaian), dan planing (rencana). Teknik ini digunakan untuk membantu konseli
menilai keinginan-keinginannya. Perilaku-perilakunya, dan kemudian merumuskan
rencana-rencana.
SAMI2C3
mempersentasikan elemen-elemen yang memaksimalkan keberhasilanya keberhasilan
rencana : mudah/ sederhana (simple), dapat dicapai (attainable), dapat diukur
(measurable), segera (immedate), melibatkan tindakan (involving), dapat
dikontrol (controled), konsisten (consistent), dan menekankan pada komitmen
(committed)
·
Renegosiasi
Konseli
tidak selalu dapat menjalankan rencana perilaku pilihanya. Jika ini terjadi,
maka konselor mengajak konseli untuk membuat rencana ulang dan menemukan
pilihan perilaku lain yang lebih mudah.
·
Intervebsi
paradoks
Terinspirasi
oleh Frankl (pendiri konselng Gestalt), Glasser menggunakan paradoks untuk
mendorong konseli menerima tanggung jawab bagi perilakunya sendiri. Intetrvensi
paradoksikal ini memiliki dua bentuk rerabel atau reframe dan paradoxical pressciption.
·
Pengembangan
ketrampilan
Konselor
perlu membantu konseli mengembangkan ketrampilan untuk memnuhi kebutuhan dan
keinginan-keinginannya dalam cara yang bertanggung jawab. Koselor dapat
mengajar konseli tentang berbagai ketrampilan seperti perilaku asertif,
berfikir rasional, dan membuat rencana.
·
Adiksi
positif
Menurut
Glesser, merupakan teknik yang digunakan untuk menurunkan barbagai bentuk
perilaku negatif dengancara memberikan kesiapan atau kekuatan mental,
kreatifitas, energi dan keyakinan. Contoh : mendorong olahraga yang teratur,
menulis jurnal, bermain musik, yoga, dan meditasi.
·
Penggunakan
kata kerja
Dimaksudkan
untuk membantu jonseli agar mampu mengendalikan hidup mereka sendiri dan
membuat pilihan perilaku total yang positif. Daripada mendeskripsikan koseli
dengan kata-kata: marah, depresi, fobia, atau cemas konselor perlu menggunakan
kata memarahi, mendepresikan, memfobiakan, atau mencemaskan. Ini
mengimplikasikan bahwa emosi-emosi tersebut bukan merupakan keadaan yang mati
tetapi bentuk tindakan yang dapat diubah.
·
Konsekuensi
natural
Konselor
harus memiliki keyakinan bvahwa konseli dapat bertanggung jawab dan karena itu
dapat menerima konsekuensi dari perilakunya. Koselor tidak perlu menerima permintaan
maaf ketika konseli membuat kesalahan, tetapi juga tidak memberikan sangsi.
Alih-alih koselor lebih memusatkan pada perilaku salah atau perilaku lain yang
bisa membuat perbedaan sehingga konseli tidak perlu mengalami kosekuensi
negatif dari perilakunya yang tidak bertanggung jawab.
Proses Konseling
Konseling realita menekankan pentingnya hubungan antara konselor dan konseli
dan macam hubungan ini dipandang esensial dalam proses perlakuan. Dengan
demikian kemampuan konselor untuk terlibat dengan konseli merupakan ketrampilan
esensial dalam konseling realita. Glasser Wubbolding mengemukakan beberapa cara
untuk mencapai keterlibatan sebagai berikut:
§ Bertindak sebagai guru dan
mendegarkan konseli dengan penuh perhatian, hangat, bersahabat, merawat,
respek, optimis, jujur, dan tulus.
§ Bersedia untuk membuka diri pada
konseli.
§ Menggunakan kata gfanti saya dan
kita untuk menekankan sifat kolaboratrif.
§ Tidak menggunakan tekanan, penilaian
dan pemaksaan pada konseli, tetapi memotivasi konseli melalui dorongan dan
penguatan.
§ Memusatkan perhatian pada perilaku
sekarang.
§ Menggunakan pertanyaan “apa” dan
bukan “mengapa”
§ Tidak menerima permintaan maaf.
§ Jika perlu mengunakan konsultasi,
pendidikan, dan tindak lanjut guna memfasilitasi perlakuan.
§ Tegas dalam membantu konseli dan tak
pernah menyerah.
2.7 Ilustrasi Kasus
Amir siswa kelas 7 SMP, dia sangat tidak disiplin sehingga dia mengalami
hambatan dalam menjalankan kewajibannya sebagai siswa disekolah. Hal ini tentu
akan berakibat pada proses belajar mengajar dan prestasi belajar Amir
disekolah. Bimbingan bagi Amir ini sangat diperlukan untuk membantu
menyelesaikan permasalahan dan agar membuat Amir dapat mengikuti proses belajar
mengajar secara baik.
Dalam hal ini, Amir diberikan
bantuan dengan konseling realita dengan menggunakan prosedur WDEP. Amir
diingatkan kembali pada keinginan-keinginannya, tujuannya, kemudian memberikan
arahan-arahan merumuskan rencana baru dan konselor memberikan pengawasan
terhadap perillakunya
mohon maaf. tolong beri tahu sumber rujukan / referensi anda memperoleh materi tersebut. terimakasih sebelumnya.
BalasHapus